Puisi sedih – Apa yang biasa kalian lakukan ketika dilanda kesedihan: menutupinya, mengingkarinya, atau menunjukkannya? Bagi kalian yang ingin mengungkapkan kesedihan, puisi dapat menjadi salah satu medium. Kalian bisa mengekspresikan rasa sedih melalui seni lalu biarkan orang lain turut merasakan pesannya.
Bahkan jika kalian tidak ingin orang lain membacanya, tulisan kalian tak perlu disampaikan pada orang lain dan tetap bisa melegakan diri.
Contents
- Kumpulan Puisi Sedih Terbaik
- Genggaman Perpisahan
- Haru Dalam Hujan
- Senyuman Yang Dipaksakan
- Melesat Bagi Roket
- Seringan Hempasan Bulu Angsa
- Terkungkung
- Penjara Yang Kuciptakan
- Sebuah Garis Merah
- Nafas Tanpa Arti
- Bukan Kandidat
- Jauh Dari Pengharapan
- Pemaknaan
- Khalifah
- Bakti
- Karma
- Salam Balik Yang Diucapkan
- Menjadi Kejam
- Lahir Tidak Dalam Proses Semalam
- Jalan Yang Kutempuh Buntu
- Saat Aku Melupakan
- Tanpa Judul
- Sup Panas Yang Tumpah
- Malam Itu
- Isi Hati
- Hancur
- Cobaan
- Kamu Takkan Pernah Kembali
- Sakit
- Sendiri
- Puisi Terakhir
- Derai Lara
- Perih
- Penyesalan, Sampai Kapankah?
- Yang Tertegar
- Pergi untuk Kembali
- Hujan Tangis ini
- Akhir Kisah ini
- Senja Kelabu
- Bila Saatnya Tiba
- Rintihan Lara
- Ilusi
- Satu Senja
- Perubahan Sifatmu
- Belenggu
- Catatan Derita
- Kenanganku dan Dia
Kumpulan Puisi Sedih Terbaik
Berikut merupakan contoh puisi tentang kesedihan yang bisa kalian nikmati. Siapa tahu ada kondisi serupa dengan yang pernah atau sedang dialami.
Genggaman Perpisahan

*****
Kuncup mekar tak datang satu pun kumbang
Riuhnya hujan tak sedikitpun menerbangkan dingin
Kaki kuat melangkah semakin cepat
mendekati hari beranjak gelap
Di bawah sinar ku lihat kembali kemana jejakmu pergi
*****
Bulan begitu pelitnya menyimpan cahayanya sendiri
Bumi kian beku, dalam nestapa
Tegar terus menerjang diantara mimpi kelabu
Menyusun langkah nan jauh
Meninggalkan tempat pembaringan
Mengikuti jejak jawaban yang engkau taburkan
Sayatan pedang takkan membuat darahku jatuh
meski hanya sebesar titik tirta
*****
Haru Dalam Hujan

*****
Cahaya mengagetkan memotret dari langit
Dari singgasana tertinggi kaum suci melihat penat
Hujan dan tangisan begitu sering hingga tiada rasa
Mereka memiliki magnet untuk menarik kalbu
Hangat dan perlahan, lalu meluncur tiada ampun
Seisi bumi menangis dalam haru tangisan angkasa
Gundukan tanah basah dengan taburan nestapa
*****
Tanah menelan rindu dalam jiwa
Ibarat hati yang tenggelam dalam penantian
Tiap nafas berhembus terlihat mesra
Menyuguhkan senyum manis bak pase gurun pasir
Seakan kesedihan setia menemani hari-hari ceriaku
Pulanglah dengan tawa, dan pahamilah
Akan perasaan yang tak berujung balas
*****
Senyuman Yang Dipaksakan

*****
Barisan batang-batang ketegaran mulai rapuh
Menggilas tanaman pencegah erosi hati yang telah terpatri
Api angkara melunakkan angkuh yang ku pertahankan sekian lama
Masih kuhirup aroma genggaman tanganmu ketika menjabat tangan
Bau halus mengetuk pintu dengan licik
Panah dengan racun yang mematikan kian menancap
*****
Roboh lah..rusak lah.. hancur lah… hilang lah…
Aku bermusuhan dengan hari
Ketika kerajaanmu mulai mendeklarasikan kemerdekaan tanpa ku sebagai ratunya
Seolah pengkhianatan yang mematikan dan mengasingkan diri dari segalanya
Aku membangun istana itu dan kau bertahta tanpa aku disana
*****
Rajutan memori kiaskan kebodohan yang tidak pernah suram
Kita selamanya adalah katamu untuk menusukku mati
Lincah tak berjejak
Mencekik tanpa tenaga
Melukai tanpa terkena darah
*****
Melesat Bagi Roket

*****
Dingin kabut masih menyelimuti undukan bumi tertinggi
Di tempat itu sepenuhnya aku membenamkan diri
Langit yang tadinya cerah seolah ikut mengerti kalut dalam hatiku
Perlahan ia ikut murung dan mengundang awan gelap untuk ikut berpesta pora
*****
Sebentar lagi akan ku turunkan badai… bisiknya
Kita rayakan rasa sesak di semesta yang begitu luas
Seperti roket kau melesat hilang
Dengan satu kali sentuh menembus awan bergumpal
*****
Sebelum hirupan nafas ku keluarkan lagi dan lagi
Secepat itu kau berpamitan pergi
Aku ingin coba sekali lagi…
Tetapi tanpa menoleh kau telah lenyap dari pandangan
Kapan tangisku bisa kering, Ibu?
Pertanyaan yang telah kutemukan jawabannya saat ini
*****
Aku tak mau tumbuh besar, ibu
Biarkan kita mencoba sekali lagi
Lirih memohon kepada cakrawala
Aku berharap selamanya takkan pernah bertambah usia
*****
Seringan Hempasan Bulu Angsa

*****
Tak bisa diri menghitung berapa jumlah kata yang terucap
Fasih dan mampu bercakap dalam santun yang tertata
Ia satu-satunya yang harus bertanggung jawab atas nestapa
Sabetan tanpa menyentuh yang menggoyahkan keteguhan hati
*****
Ah…
Kukira tidak begitu adanya
Akan ada kata di mana bibir yang bisu memilih berucap
*****
Ah…
Kukira tidak begitu adanya
akan ada kalimat tak beraturan dengan emosi tercurah
Waktu akan baik hati membuktikan betapa risalahku sesungguhnya tepat
*****
Tanpa permisi seksi bibir itu lantang berkata usai
Tidak ada kata maaf dan tolong
Semua berakhir seringan bulu terhempas sedikit angin
*****
Terkungkung

*****
Sebuah masa, berlalu dan diikuti bagian lain di belakangnya
Sambung menyambung membentuk pola jalinan waktu pasti
Perihku menjadi sebuah kepastian
Dan ketika tertawa sudah dipastikan
*****
Dengan banyak mata yang memberi cambukan
Dengan banyak telinga yang hanya menjadi saksi keburukanku
Lemah, terkulai, tak berguna…
*****
Lagu-lagu diorama mendekati ajal
Senar gitar bergetar, pertanda semakin nyata nan kuat
Tak bergerak, seolah lumpuh dengan sejuta nestapa
*****
Tersesat di dalam sebuah rumah yang ku bangun sendiri
Mimpi buruk dapat ku intip dari celah lubang kecil
Telah ku kurung dengan tujuh lapis
Namun, diriku kian menciut
*****
Penjara Yang Kuciptakan

*****
Rapat, pemikiran yang aku bungkam
Tidak pernah selangkahpun meninggalkan pusatnya
Ketidakpekaan
Aku merasa makin membatu
*****
Bersama satu dua yang ku biarkan keluar masuk
Berhasil aku pisahkan dengan parit kelabu yang aku gali
Semakin dalam bersama ranjau yang ku kubur di dalamnya
*****
Ketika aku tak bisa memilih takdir yang aku bawa lahir
Luka yang berbeda membawaku dalam pikiran pesakitan
Jarak tak seberapa dengan mereka
Pintu yang mereka biarkan terbuka lantang menyapa
*****
Seperti penjara yang aku ciptakan sendiri
Merasa nyaman dari dunia yang terasingkan
Rengekan mereka tak akan membuatku berpindah
*****
Sebuah Garis Merah

*****
Berapa jumlah terang lampu yang tampak, Nak?
Ibu masih ingat curahan cahaya ketika kau menjawab antusias
Terang … aku mengingatkan diri
Jika kebenaran merupakan ketepatan yang niscaya
Dan bukan pemaparan yang hanya melelahkan telinga
*****
Ibu bertemu lampu-lampu yang menyala, Nak
Ibu lihat pula ranjang yang kotor, penuh peluh dan aliran darah
Semua merah. Ibu benci merah, Nak
*****
Di mana Ibu setengah hati berlarian mematuhi arah
Menyusuri koridor horror
Merah. Ibu benci merah, Nak
*****
Pada ranjang, nyawa berpindah antar dunia
Merah. Ibu benci merah, Nak
Umpama sirine nyaring, tangis bergema ke penjuru bangunan tua
Merah. Ibu benci merah, Nak
*****
Kelemahanku tak sanggup mengikat mereka untuk tetap di sana
Merah. Pintakan pada Tuhan agar menghapus warna itu, Nak
Air mata ibu mengalir deras iringi jenazah yang didorong menuju sunyi
*****
Nafas Tanpa Arti

*****
Ayo berhitung
Satu, dua, tiga dan berhenti pada dua puluh empat
Akankah tahun depan hitungan itu bertambah,
atau Tuhan sudah mengizinkan diri untuk berhenti?
*****
Tidaklah cukup lautan menuliskan banyak nikmat
Gunung-gunung tidak akan pernah kokoh menampung sombong hamba berikan
Aku… tidak semuanya begitu, ini mengenai aku,
Tanpa pembalasan aku hanya menganggap nikmat adalah hak
*****
Seperti keharusan bahagia harus ku terima,
Lilin ke dua puluh empat padam tanpa tiupan sang bayu
Mati menuju gelap nan sunyi
Dalam dua puluh empat aku kini mengerti
*****
Hidupku tidak hanya diperuntukkan untuk ku isi cerita sendiri
Mengenai air mata yang berhasil ku usap kering
Mengenai senyum masam yang ku jadikan semanis sakarin
Harusnya ku torehkan senyum mereka yang abadi
Nafas tanpa ari mencekik membuat aku mati
*****
Bukan Kandidat

*****
Bersama mereka yang asing
Aku pun datang dari belahan bumi yang jauh
Menabung tekat,
mengumpulkan keberanian dalam pertempuran
*****
Oh..
Mungkin ia sekatup pula
Sesekali mataku melihat ia terbuka lalu kembali menutup
Dengan koin untuk selalu membuat jalan mudah yang kian nampak
Bagiku, itu kejujuran pintu dengan cat putih tanpa noda
*****
Oh..
Bagimu kejujuran diwujudkan dengan keping-keping logam mulia
Oh..
Bagiku keadilan buatmu sama rata seperti semestinya
*****
Bagimu, waktu tua
Bagiku, semangat muda yang disirnakan paksa
Padamu, uluran tangan berucap selamat dan memberkati
Untukku, gelegak tawa mereka yang berdompet tebal
*****
Jauh Dari Pengharapan

*****
Bila gurun kini bisa berubah menjadi kebun
Dan parit adalah lautan yang luas berjuta hamparan
Sepercik api kiranya cukup mengosongkan bumi
Dan setitik harap ku mohon menjadi kenyataan
*****
Harapku tak disambut dengan harapmu
Takdirku tak diindahkan dengan restumu
Seperti kuda yang terjagal
aku tersungkur terkapar, berdarah
Seperti tertusuk ujung tombak
nadiku memancar deras
*****
Pemaknaan

*****
Dari balik papan kayu reyot aku mengerti
Nilai hidup bukan milik semua yang terbuka matanya
Dinginnya malam membuat diriku sadar
Kehangatan sebenarnya adalah semangat tiada padam
*****
Rasa sempit membuat aku tak gusar
Bahwa yang luas adalah hati dengan kesabaran
Terkungkung mengingatkan pada pesan berharga
Kebebasan dalam malam-malam penuh sujud
*****
Miskin menjadi pengingat
Bahwa yang kaya adalah harta yang tak tersimpan
Kaku seolah menampar diri
Dari balik awan bumi menyeru
Nasihat yang kau anggap dusta adalah nyata
Bahwa bumi menelan secara ganas jasad yang berdosa
*****
Khalifah

*****
Dalam pedoman suci kamilah paling mulia
Membentangkan sayap malaikat
Dan lebih unggul dari mahluk yang berapi
Mampu memadamkan perang seluruh jagad
*****
Setiap kata menjadi pelipur lara
Terduduk kami bercakap dengan pemilik semesta
Begitupun dengan tidur dan berdirinya
Memang
Seperti itu yang sejatinya digariskan
*****
Bukan sifat angkara dari mahluk api
Terusir dari Firdaus ibarat pelajaran berharga
Dunia bukan tempat hura-hura
Pesta pora, dan menumbuhkan cula dua
*****
Katanya sayap malaikat tak lebih suci junjungan kami
Pendidik terbaik adalah pemilik ganjaran
Harusnya kami penghapus air mata
Harusnya kami menebar senyum bahagia
Tidak saling menghunus pedang dan membuka aib
*****
Bakti

*****
Sangkaku bebas pemilik waktu
Berkelana menabur bibit menjadi unggul
Kita ulang sekali lagi, Nak
*****
Unggul
Kau lebih mulia, atau kau lebih berwibawa
Kau lebih kaya atau menjadi lebih bermakna
Dan kau menjadi semakin pintar, atau ilmumu merupakan kewajiban
*****
Kita ulang sekali lagi, Nak
Unggul
Kau lebih bersujud atau kau lebih congkak
*****
Karma

*****
Katamu kita hidup dalam damai
Katamu kita rukun saling menjaga
Pesan bumi yang dibawa buih lautan menepi
*****
Mengetuk semua pintu hati yang berpura-pura
Dalam diamnya, tenang menyembunyikan gejolak siap menerkam
Menimbang dengan teliti keburukan yang diterima
Berhitung tanpa satupun hitungan meleset
Terus menimbang hingga manusia terlelap tidur
*****
Matahari masih diterima menyinari raga
Cambukan tentakel tertutup anggun watak polosnya
Kami dibuat terkesima
Pada hijaunan indah untuk berbajukan bekas
*****
Bening yang mengalah diubah menjadi buruk rupa
Lautan tenang menyimpan pesan perang
Tahanlah … ku mohon
*****
Tidak semua bisa bertahan dengan apa yang diperbuat
Lautan yang tenang menyiapkan kejutan
Menggantikan ricuh kembang api yang tercipta
Riuh ombak melagukan sebuah teriakan penyemangat
Lautan menyiapkan karma yang kejam untuk manusia bermuka dua
*****
Salam Balik Yang Diucapkan

*****
Indahnya bumi ketika terlihat dari cakrawala
Ayu dalam balutan kebaya hijau sebagai susuk penglarisnya
Rambut tergerai lebat,
Menjuntai sampai dengan mata kakinya
*****
Cerah, kulitnya memancarkan begitu terangnya
Semerbak bau tubuh membuat orang tersipu bak terbelenggu
Ia merintih dan manusia seolah tuli
Ia mengadu dan manusia seakan tak punya waktu
Dan ia tertelanjangi dan manusia lebih memandang yang dianggap tabu
*****
Bumi kian berani menjawab salam manusia
Lautan menjawab dengan banjir
Aku menatap nanar mayat-mayat terkatung-katung
Gunung-gunung memberi buah tangan berupa lava
*****
Tangisan kian tak terbendung
Tiupan lilin membakar hutan dalam lautan api
Tidak ada lagi tanah untuk dipijak
*****
Menjadi Kejam

*****
Luwes tarianmu melekuk-lekuk kian menggairahkan jiwa
Seperti wangi yang menuntun siapapun untuk merebutnya
Berdansa dan mabuk dalam kubangan nan gemerlap
Tak segan kau undang bulan bintang bergabung
*****
Ibarat tusuk konde untuk tampilan sempurna
Apik bajumu menyimpan sejuta perangkap mematikan akal
Tiupan terompet seperti undangan dimulainya hura-hura
Bergulung-gulung dalam tarian semakin membuat takjub
*****
Satu… dua… tiga…
Kau mengamuk tanpa alasan pasti
Birumu menjadi keruh membawa kami tergoda
Tak terdengar tangsisan minta ampun untuk menyumbat amarah
*****
Demi sebuah misi,
Satu puing diganti dengan satu nyawa
Bahari menjadi kejam,
atau kamilah yang mendidiknya menjadi biadab
*****
Lahir Tidak Dalam Proses Semalam

*****
Dari sedikit lama-lama menjadi bukit, apa kau mengingatnya?
Sejenis tabungan dosa yang dikumpulkan hingga amat banyaknya
Terenggutlah sang kesucian
Melenyapkan kehormatan
*****
Apa kau tahu, bumi kita tak lagi perawan?
Ia membuncit tanpa telur yang ditemui pejantannya
*****
Jangan kau berpikir, buncitnya berasal dari peristiwa malam tertutup tadi
Tanpa pengkhianatan kita, trah suci bumi takkan ternoda
Ia terjamah tangan-tangan manusia
Mungkin termasuk tangan kita, tanganku dan tanganmu
*****
Ia seolah berbisik sekarat dalam ketidakberdayaan
Beban berat tak lagi tersanggahkan
Tanganku dan kamu menyakitinya tanpa ampun
Membuatnya hamil besar di segala penjuru
membisikkan kata sekarat dalam raup tak berdaya
*****
amoniak, bau busuk
menjijikkan bak penyakit kutukan
lantas? apa dayaku dan dayamu?
Kita cuma membisu menunggu robohnya gunung sampah
memangsa beringas
*****
Jalan Yang Kutempuh Buntu

*****
Langkah kaki gemetar menjejak di daerah asing
Tidak terlihat bangunan, tidak tampak keramahan
Tidak terdapat keluarga, tidak ada kehidupan
*****
Basah tanah sebab oleh tetes hujan
Aroma mewangi, tetapi tak ada tanda keindahan
Kabut, semua gelap, begitu pula lima langkah di depan kakiku
Tak ada kepastian kecuali dibimbing oleh naluri
*****
Penerangan? Apakah kau mengejekku?
Bahkan tak kulihat satu pun lampu minyak
Hanya pijar belas kasih alam
Satu-satunya yang memberi terang
*****
Buat apa aku setuju?
Buat apa aku susah payah berjalan sendiri?
Buat kamulah aku mencari, teman melangkah berdua
*****
Saat Aku Melupakan

*****
Saat aku melangkah sisa di jalan ini
Ketika aku telah menyerah bersama penantian sendiri
*****
Yang kusadari mungkin sekadar kata perpisahan
Dan itu kusimpan dalam hati saja
*****
Menyaksikan senja datang, ialah saksi bisuku
Memandang kerlip bintang, mereka yang tahu
*****
Tentangku yang sekarang hanya seorang pecundang
Sama sekali tak punya nyali untuk mengungkapkan
*****
Di sisa detik yang tersedia untukku
Biar pena ini merangkai sajak
Menuliskan bagaimana kepecundanganku selama ini
Menggambarkan berat beban yang kutanggung
Saat kubawa rasa yang kupunya ke mana-mana
*****
Aku senantiasa sembunyikan rasa
Amat berat hingga terbawalah pada imajinasi yang menyakitkan
Beratnya rasaku ini …
selalu berusaha tenang sedangkan ingin memberontak
*****
Hingga kini …
Perpisahan termanis yang nantinya datang ke depan mata
Di mana aku hanya bisa melihatmu disana
menontonmu bersama jas hitam
bersama seulas senyum manismu
menatap tawa tulusmu
*****
seluruh mimpi yang kuraih sekadar menahan tangis
kamu adalah satu-satunya alasanku
kamu yang kupilih meski pasti meremukkan hatiku
*****
Tanpa Judul

*****
terpaku melamun sendu
dan ku bernyanyi rindu
terkenang perjalanan waktu
seutas kisah masa lalu
*****
Tiada lagi nyanyian surga
Tiada lagi pelipur lara
Tak ada lagi damai dalam jiwa
Hanya ada bintang sarat derita
Hanya ada langit yang makin terluka
Seolah-olah akan berkata
Ini napas kehidupanku
*****
Senyum pun makin beku
dalam dinginnya pekat malam
air mata makin melarut biru
dalam haru samudera malam
seolah-oleh akan bercerita
Jejak ini yang mesti kutempuh
*****
Mampukah kulewati badai berpasir rindu
Mampukah kuhilangkan ingatan indah sejuta mimpi
Mampukah kutapakkan kaki ke inti bumi
Mampukah kutenggelamkan diri pada palung kelam
Mampukah ku bertahan dalam dingin musim salju
*****
Cuma tersedia satu jawaban
Kan kujalani dan kulalui, bersama kasih dan ikhlas hati
*****
Sup Panas Yang Tumpah

*****
Orang bilang tanah desaku sakti
Alam sangat memanjakan kami
Keindahan selalu hadir di sepanjang kehidupan desa kami
Kami berkaki kuat, mampu menaklukkan dataran tinggi dengan tanaman
Tubuh yang tangguh akan robohkan dalam satu pukulan
Usah berbuat apapun guna hidup berkecukupan
Seiring napas, sumber makanan kami berlimpah
*****
Kata orang, hasil bumi kami sangat baik
Kesusahan seolah-olah sudah di luar pagar
Air bening dan burung terbang riuh
Bisikkan agar jangan pernah khawatir
Berkah di langit teramat banyak
*****
Surga kami berubah menjadi neraka
Sup tomat panas membanjir tak bisa dirintangi
Tembok batas sukar jebol di gerus kelenaan
Aroma kematian dengan cepat mengepul batasi jarak pandang
Kicau burung diganti sirine
Kami bertahan hidup dengan menelan air mata
Ternyata, alam tak selalu memanjakan
*****
Malam Itu

*****
Segelam apa malam?
tidak lebih gelap ketimbang hatiku
yang remang karena kenangan
*****
Kamu ingat tidak?
Betapa malam yang amat kau damba
Kini menjelma dalam waktu yang hampa
*****
Dahulu, di bawah sinar lampu halaman
Kau menari gembira
Bersama kawanmu di pekat malam, menari
Sampai kamu lelah dan jatuh di hadapanku
*****
Aku yang iba merawatmu
Dalam sempit dan pengap lubang dinding ini
*****
Sayap ringkihmu berkilauan
Ditimpa butiran sinar rembulan
Sedangkan badanmu yang kecokelatan terbaring
Bisu di depanku
*****
Satu, dua, tiga hari,
Dan seminggu telah kurawat kamu
Tawa manis kembalikan binar mukamu
*****
Sedangkan sayap lembutmu
Membawamu terbang gembira lagi
Malam ini kamu kembali menari
*****
Tetapi tidak kutonton temanmu yang tempo hari
Mungkin mati di tarian kemarin
*****
Bagai déjà vu, kamu jatuh lagi, aku merawatmu lagi
Dua kali
Tiga kali
Empat kali di minggu-minggu selanjutnya
Pada kali ketujuh, aku tidak tahan
“Kumohon jangan menari lagi. Tinggallah bersamaku di sini.”
Bibirmu mengatup tak ucapkan apa-apa
Hanya kau goreskan senyum berhias embun dari matamu
*****
Satu, dua bulan, bagimu tidak terlalu membosankan
Sampai menginjak satu tahun
Buah cinta yang telah terjalin harus dimatikan
Karena kita sekadar budak sang takdir
*****
Kamu memutuskan pergi malam itu
Segigih apapun aku menahan
Sebatu itu juga tekadmu menguat
“Seharusnya aku mati sejak pertama kali kamu merawatku.”
*****
Kemudian kamu menari di bawah lampu halaman
Dan aku bergelut dengan kebodohan ego
Kamu mati dalam tarian itu
*****
Jikalau aku lepas dari ego
Barangkali malam ini aku sedang merawatmu
Membuatmu hidup lebih panjang
Bersamaku
*****
Isi Hati

*****
Aku mencintaimu di sementara ini
namun kau malah pergi
aku tak sanggup menyimpan cinta ini
sebab perasaanku cuma buat kau, kau seorang
*****
Namun aku tidak tahu harus bagaimana menyatakannya
Kepadamu yang sementara ini jauh
Aku berharap kau singgah padaku,
Dan aku ingin kau memahami cintaku
*****
Hancur

*****
Dunia jadi kelam, menggelap
Amat sakit rasanya
*****
Coba lihat aku
Coba hargai aku
Kekuranganku adalah keutuhanmu
Meski aku tak seperti bayanganmu
Ya, aku tahu cinta adalah mawar
Indah dilihat, sakit disentuh
*****
Siang jadi kelam menggelap
Malam kian sepi
Jiwaku remuk bagai tanpa nyawa
Biar kucoba tetap melangkah
Kutunjukkan padamu, aku yang terbaik
*****
Cobaan

*****
Oleh Runi Sikah Seisabila
Aku rindu keluarga yang lengkap
Tidak hanya memiliki sosok ayah, ibu, dan adik
Namun mereka mampu untuk berbagi rasa
Berbagi kisah
Dan memahami satu sama lain
*****
Dahulu, suka duka dijalani bersama
Berimbang tangis dan tawa dihadapi
Namun, kenapa semua berlalu tanpa bekas?
*****
Kegembiraan itu
Keharmonisan itu
Berubah menjadi air mata
Deras tangis yang menyayat hidupku
*****
Ya Allah …
ujianmu sungguh berat hamba rasakan
hamba mencoba tegar
dan terus meyakini
Di balik ujian dari-Mu
terdapat matahari yang benderang
*****
Kamu Takkan Pernah Kembali

*****
Oleh Pucha Putri
Aku sadar
Kamu telah memilih hati yang lain
Kamu takkan pernah kembali
Sebab cintamu bukan untukku lagi
*****
Kamu adalah tokoh dalam ceritaku
Meski sekadar kisah masa lalu
Yang takkan terulang kembali
*****
Meski kini bias memori pudar pelan-pelan
Perasaanku padamu akan selalu utuh
Seperti dahulu
Tetapi jika rasaku tak lagi utuh, jangan bertanya kenapa
Sebab rinduku selalu tentangmu
cuma milikmu
cerita masa laluku
*****
Sakit

*****
Taman berkilauan indah
Aku bahagia bertemu denganmu
Dan aku hancur jikalau berpisah
Aku tidak perlu membawa mawar
Terlalu indah untuk dilihat
Dan teramat sakit terkena durinya
*****
Ingatlah, akan kutunjukkan padamu
Lekaslah datang
Kini aku menunggu, menunggu kehampaan
Jika tak ada, kau tahu apa maksudnya
*****
Kini aku tertusuk durimu
Kumohon terima aku hingga aku tak sakit menunggu
Dan tidak cuma memandang keindahanmu dalam sakitku
*****
Sendiri

*****
Setengah diriku pergi
Setua aku kau suruh belajar kembali
Kaki ringkihku kau tuntut melangkah sendiri
*****
Dunia terbelah sampai aku terjebak di dalamnya
Kenapa lagu sedih terdengar di telinga yang mulai tuli
Mata rabun pun terang melihat, kau tinggi terang
*****
Kau tersenyum manis, apa itu mengejekku?
Melihatku lemah tanpa turut membantuku memanggulnya
Kau bilang aku akan mendapatkan orang lain
Aku takkan pernah sanggup
Meski mulai belajar menghabiskan isi gelasku sendiri
Aku takkan pernah mampu
Ginjal ini kian menua, mengapa kau tega
*****
Puisi Terakhir

*****
Tak bisa lagi berdiri ketika cinta tak lagi bisa kuraih
Kenapa cinta amat menyiksa hati?
Mengapa rindu semakin dalam semakin menyakiti?
Tak jelas dengan semua kondisi yang terjadi
Tak tahu akan bersandar pada bahu yang sudah hilang
*****
Aku tak tahu sampai kapan akan terus begini
Bukan keluh lagi yang terucap, melainkan rasa ingin tahu
yang makin lama makin jauh
memendam amarah saat pengkhianatan nyata terlihat
diam, cuma terdiam, tak tahu arah yang harus dituju
*****
kosong, ruangan yang dulunya penuh keindahan cinta
sepi, tersadar masa yang pernah hidup dan sekarang mati
gelap, warna-warni cinta lenyap tergantikan kelabu belaka
*****
Tuhan … kalau sesungguhnya ini kehendak dari-Mu
Tolong buat aku lebih kuat agar menjadi perempuan yang tegar
Tuhan … kalau nyatanya dia bukan tercipta untukku
Tolong bantu aku dalam mengikhlaskan perasaan tentangnya
*****
Aku hanya ingin menyaksikan kebahagiaan dirinya
Meski cuma kesakitan yang akan kuterima
Cintaku bukan maksud tidak kuperjuangkan
Melainkan, cinta kukorbankan demi kebahagiaan yang kucinta
*****
Aku hanya manusia tak tahu diri
Padahal aku tak memiliki apapun untuknya yang bisa kuberi
Cinta yang percuma takkan disambut balasnya
Cinta yang diam akan membuatnya jadi makin jauh
Kini aku cuma bisa tersenyum, mencoba hindari kesakitan ini
Dia adalah masaku yang terindah ….
*****
Derai Lara

*****
Dijerat dalam sunyi,
merengkuh impian yang sepi,
hembuskan napas yang sebagian kikis
serasa umpama telah mati
gelegak yang kaku dalam kelam
memikirkan apa yang akan kuterima kemudian
asa berujung penuntasan
menunggu dibalas rasa sakit
sungguh, lirihan ini berarti
*****
Sendiri,
Fakta pahit harus terpaksa kutelan
Lidahku kaku,
pikiran mengamuk, naluri berkeras
hati masih bertahan, sempat
namun, raga ini tak bisa
Ini memang cuma sesaat
namun, bisakah besok tak ada lagi yang sesak?!
*****
Perih

*****
Oleh Rahmat Kurniawan
Dukaku mendamba dunia yang indah
Lukaku goreskan pahatan sejati
Biar tak ada seorang pun mengerti jika
aku kecewa pada ceritaku yang perih
*****
Apakah aku lelaki yang tak tahu diri?
Sampai berani berasumsi bahwa cinta tentang hati
bukan terkait mata
kurasakan cinta bersama perasaan
tidak bersama logika
*****
Bahkan aku sampai hilang akal sehat
lalu mendorongku tenggelam
dalam kehancuran
serta nestapa hidup
Perih yang aku rasa seolah-olah tak sanggup kuhadapi
Aku patah, bersama seluruh sayap palsu
Aku mati, bersama sebuah nyawa rapuh
*****
Namun, takkan kutangisi sebab ini adalah nasibku
Aku butuh mempunyai kebiasaan terhadap duka
Sebab luka merupakan duka
Dan duka adalah aku.
*****
Penyesalan, Sampai Kapankah?

*****
Sekarang tak lagi aku bisa menemukanmu
Di bawah terangnya cahaya matahari
Atau pun dengan arahan bulan
Ribuan bus aku naiki untuk membawamu kembali
Untaian pesan aku kirim supaya kau mau memahami
*****
Terlambat? Inikah yang terjadi?
Sosokmu yang dahulu nyata tidak lagi terlihat
Suaramu yang nyaring, tidak lagi tertangkap oleh telinga
*****
Dunia jadi terbalik, tetapi apa mungkin?
Tetapi yang di bawahku saat ini dahulu di atasku
Goncangan dahsyat telah kusajikan pada dunia ketika itu
Ketika sebuah sentuh pecahkan rapuh hati, yang kau sebut tombol abadi
*****
Hancur, begitu pula yang kau alami
Lamat-lamat pudar seiring jauh langkahku penuh sesal
Mencari damai yang telah lewat 1000 malam
Asa menemukanmu di balik sendu masih tangguh kujaga
*****
Yang Tertegar

*****
Ku menghela napas lebih berat
sebab yang kudapat hanya luka
bernapasku berlangsung lebih lambat
sebab rasa kecewa hadir menghambat
*****
Ku tertawa semakin lebar
Supaya ia menjadi obat hati yang terkekang
ku menyanyi nada-nada sendu
agar sedikit menghindari gejolak emosi mengadu
*****
Semangatmu melemahkanku
turunkan obsesi dalam sukmaku
sedihku kini tak tertahan lagi
dan ketegaran menjadi sanksi kondisi yang tercipta
*****
Tidak perlu lagi ku utarakan
bagaimana capeknya sebuah penantian
dan kaki yang telah sangat jauh melangkah memasuki hidupmu
rapuh, resah, sedih, dan lelah
melebur dalam tangis yang coba mematikan rasa
*****
Pergi untuk Kembali

*****
Aku pamit pergi …
untuk berlalu meninggalkanmu
perasaan sakit ini bagaikan tertusuk-tusuk
namun rasanya masih mampu untuk diriku pendam
*****
Barangkali sesungguhnya ini menyakitkanmu
namun beginilah aku …
Aku adalah seseorang yang takut ….
Takut menyakitimu lebih dari ini
*****
Biarlah aku sejenak pergi …
sebab pergi adalah untuk kembali
*****
Hujan Tangis ini

*****
Ombak tinggi yang mengandung duka
Hempaskan semua luruh tanpa sedikitpun rasa
Hujan tangis yang nyaring memekak
Ibarat petir yang siap membelah angkasa
*****
Cerita ini …
Alam yang menangis ini…
sisakan luka perih nan mendalam
menghancurkan alam raya
*****
Alam kini murka terhadap mereka
Memilih menegur tanpa belas kasih
Akankah mereka sadar?
Tidakkah mereka menyadari murka alam ini?
*****
Akhir Kisah ini

*****
Tidak pernah kuduga akan secepat ini
Kamu pergi meninggalkan sejuta kenangan
Banyak kenangan indah yang takkan bisa kulupakan
sesuatu yang akan menjadi sejarah bagi hidupku
Cerita cinta kita yang takkan lekang meski oleh waktu
*****
Tempo hari aku merasa masih mendengar tawa manja dari mulutmu
Dan kau pun tersenyum lembut di hadapanku
Namun sekarang semua telah berubah
kau yang sekarang hanya diam dan membisu
Wajah pucat pasif dan kau terbaring di hadapanku
*****
Nyeri hati ini ibarat teriris-iris
Memandang kondisimu saat ini
Ingin rasanya aku menggantikanmu di tempat itu
Biar kau kembali tersenyum dan tertawa
Yang sejak dulu mampu membuat hidupku menjadi berwarna
Kenapa secepat ini kau pergi meninggalkanku sendiri?
*****
Inikah akhir dari cerita cinta kita?
sebuah cinta yang murni
sebuah cinta yang sejati
harus diakhiri sebelum di pelaminan
harus diakhiri bersama tetesan tangis
harus diakhiri walau tidak ikhlas
*****
Inikah akhir cerita cinta yang harus aku jalani
walau sulit untuk aku terima
Namun akan kucoba untuk mengikhlaskan semuanya
supaya kau tenang di sisi-Nya
*****
Senja Kelabu

*****
Senja kini kelabu
Angkasa masih membiru
samudera beradu
dan hati sedang dihimpit rindu
*****
apakah dirimu di sana
dapat mengerti apa yang kurasa?
Anganku kini terbang jauh bersama
Dengan bayangmu yang semakin sirna
*****
Bisakah kau mendengar
teriak hati ini yang memanggil namamu
walau kau jelas bukan milikku
tetapi kau sangat penting bagi diriku
*****
Aku tahu
Kau hanya bisa menjadi
keabstrakan dalam kehidupan nyataku
sekaligus mewujud bias dalam hatiku
*****
tidak banyak yang kuinginkan
aku cuma ingin kelak kau tahu
Tentang perasaanku terhadapmu
*****
Bila Saatnya Tiba

*****
jika kelak aku sudah pergi
Di akhir petualangan hidupku ini
Aku ingin tak ada air mata mengiringi
Aku ingin hanya ada senyuman menemani
*****
Waktu bergulir begitu cepat
Aku pun bertambah repot dengan kesendirianku
sampai kunafikan mereka yang sayang padaku
Aku paham langkahku bertambah rapuh
*****
Maafkan aku atas dosa-dosaku
Tidak pernah hati ini bermaksud menyakitimu
Aku hanya ingin kau ada di sisiku
ketika nafas ini meninggalkan ragaku
*****
Ya Illahi Robbi
Izinkan aku membawa senyum mereka
Orang-orang yang membuat hidupku jadi lebih bermakna
Jangan biarkan mereka dihinggapi duka dan kecewa
Sekarang, nanti dan selamanya
*****
Rintihan Lara

*****
rebah laraku di bawah lentera hari yang merindu
hanyut syahdu ketika rintik hujan menyapu
lagi, air mata berderai meratap kelu
serasa tak mungkin kutemukan langit biru
*****
Rapuh sudah aku meradang pada gelap malam
Tak ingin bergantung pada kenangan manis lampau
Takkan juga sesal di patri pada kisah kemudian
Cuma sesak luka saat kulewatkan bayangmu kian menghilang
*****
Ratusan hari berlalu masih aku berlinangan tangis
Beku sejenak, denting pun tak mengubah perasaan ini
Keluh kesah kubiarkan pada lingkaran hening
Dihimpit deru rintih sunyi yang perlahan menyepi
*****
bersama lara kususun serpihan hati yang kau kaupatahkan
Ku merajutnya lagi dan kuartikan sebagai mula kisah hidup tanpamu
Kurangkai bait-bait huruf untuk ekspresikan haru
Mudah-mudahan cinta akan melingkari kisahmu dan hati barumu
*****
Ilusi

*****
Pagi Hari
kala netraku terbuka karena mentari
Di kaca jendela kau tampakkan ilusi
Serasa bukan mimpi kau mengajakku menari
ketika aku berdiri, kau berlalu pergi
*****
Siang itu
kala segenap lelah melanda
Tampak bayangmu tersenyum padaku
Sebelum sempat ku ucap kata sapaan
Kau telah hilang bersama bayanganmu
*****
Malam sepi
Kala damai dari temaram nyala api
Ilusimu datang lagi sekian kali
Kuhampiri bersama sejuta emosi
Tak kuduga kau selamanya berlalu pergi
*****
Hari berlalu …
kala aku berjalan, kau datang menghadang
sekarang kuabaikan, enggan kuhiraukan sosokmu
Tak kuhiraukan meski kau kini menangis semu
Aku sudah lelah jadi cermin ilusimu
*****
Satu Senja

*****
Kenalkan, namanya senja
Dengan semua lelah yang tak kunjung indah
Dengan segala peluk hati namun hadirkan gundah
Awan tak berubah biru
Matahari yang terik tak lagi tersenyum padaku..
*****
Satu senja memberi arti
Bahwa hari harus diakhiri
Bahwa pekat patut dihadapi
juga kosongnya cinta yang tak memiliki
Dan tentang kehilangan itu sudah pasti
*****
Remang senja mempecundangi diriku
menakutiku dengan jauhnya bayanganmu
tuturkan segenap ingatan masa silamku
masa yang indah dan selamanya indah jika bersamamu
*****
Kau kini jauh
Jauh dari jarak yang bisa kutempuh
Jauh dari hati dan badan yang penuh peluh
Jauh dari cinta yang tak lagi bisa kurengkuh
*****
Dan senja, aku memohon satu hal saja
Sebelum pemilikmu menarikku ke surga-Nya
Katakan melalui gelombang, sepi malam, atau siapa saja kawan yang kau punya!
jika cintaku pasti dan selamanya
*****
Perubahan Sifatmu

*****
ketika kita masih bersama berdua
Kamu amat mengasihiku
Dan setiap aku bersedih
Kamulah yang selalu datang menghiburku
*****
Tetapi, kenapa dengan kondisi sekarang?
Kamu enggan menyapaku
Kamu seolah tak sudi memanggil namaku
Kamu juga sudah tidak pernah menghiburku kembali
*****
Ingin ku bertanya, inikah sifat aslimu?
Namun kusangka ini bukanlah sifatmu
Karena aku terlalu memahami sifatmu
Apakah ini sebuah tanda kalau sifatmu telah berubah padaku?
*****
Belenggu

*****
Terpuruk aku di sini
Sendirian, mengobati sakit di dalam hati
meski sungguh berat
namun aku wajib melepasmu
merelakan semua kenangan,
yang perihnya tetap memaksaku untuk menangis lagi …
*****
aku berdoa,
supaya kau bahagia di kehidupanmu yang baru …
tanpa ada beban karena harus mencintaiku
dan jangan kau mencoba menghapuskan air mataku …
sebab hanya air mata ini yang selamanya menginginkan dirimu kembali
*****
sejujurnya, aku menyesal telah mengenalmu…
namun aku juga menyadari,
tak sedikitpun aku akan bisa membencimu.
sebab segala yang kita alami meski hanya potongan kecil,
adalah perjalanan hidup yang harus kita lewati…
tak perlu lagi kau mencari sebuah alasan,
karena mungkin hanya Tuhan yang tahu,
kenapa kita harus saling menyakiti
*****
Catatan Derita

*****
Ku tak kuasa merangkum darah tinta merah ini
Membayang bingkai dedaunan terpasung di tengah beku
Di antara seringai melati bertudung abu-abu
Dan yang tidak berhenti bicarakan benalu
*****
Hujan datang ucapkan salam, ungkapkan muka
Mengetuk bingkai kayu jendela yang melapuk
Niskala yang buta memejam gelap senjakala
Aura kaku tersamar komat-kamit mantra
Awan muram menangis serempak bersama gunturnya
*****
Badan yang dihancurkan mimpi
Lipatan raut wajah berubah pasif
Seketika duka menghunus belati
sedepa di lubuk padang memori
*****
Kenanganku dan Dia

*****
Dahulu kita ingin bersama selamanya
habiskan hari-hari yang penuh warna
bercanda tawa di bawah cahaya bulan
Semua tentangmu telah aku pahami
Dan tak ada rahasia yang kusembunyikan lagi
sebab saya sangat percaya denganmu
*****
tetapi …
sekarang semua sekadar bayangan
Semua hanya jadi kenangan
Yang terkubur dengan rasa kehilangan
Aku kehilangan dirimu yang sempurna
*****
Barangkali semesta tak menyepakati kita bersatu
dalam ikatan persahabatan yang suci
Biarlah semua yang sudah terjadi
sebab mungkin ini adalah yang terbaik
*****
Tetapi …
Kau masih menjadi yang terindah
Dan hanya kau seorang
yang takkan bisa tergantikan, meski oleh intan permata sekalipun
*****
Aku berdoa
Kuharap kau mendapat tempat yang indah di sana
Bahkan jauh lebih indah dari semua kenangan kita
*****
Baca Juga Pantun Teka Teki
Demikian contoh puisi tentang berbagai kesedihan yang mungkin terjadi dalam hidup kita. Bersedih bukan hal yang tabu. Ada saatnya bersedih memang perlu. Yang lebih penting adalah setelah itu, kita harus bangkit kembali.