Sejarah Kerajaan Kalingga: Peninggalan, Masa Kejayaan & Masa Kehancuran

Sejarah Kerajaan Kalingga – Kerajaan Kalingga merupakan kerajaan tradisional bercorak Hindu-Budha yang berkembang pesat pada abad ke 16-17 M di pesisir utara Jawa Tengah. Para ahli sejarah memperkirakan jika pusat kerajaan yang juga dikenal dengan nama Ho-Iing ini berada di daerah Pekalongan dan Jepara.

Masyarakat dari kerajaan ini sebagian besar merupakan penganut agama Budha dan Hindu, namun ada pula sebagian kecil yang menganut kepercayaan leluhurnya.

Kerajaan yang mencapai puncak kejayaan pada masa kepemimpinan Maharani Shima ini menggunakan bahasa Sansekerta dan Melayu Kuno sebagai bahasa sehari-hari.

Dalam sejarah Ratu Maharani Shima dikenal sebagai seorang pemimpin yang sangat taat dengan peraturan kerajaan dan begitu tegas. Maharani Shima sendiri memimpin sejak tahun 674 sampai 732 Masehi. Awalnya keberadaan kerajaan Ho-Ing ini diberitahu kan oleh salah seorang pendeta sekaligus penjelajah bernama I-Tsing.

Tak hanya itu,  Kerajaan Kalingga juga diceritakan oleh Dinasti Tang pada tahun 618 sampai 906 Masehi. Menurut cerita, kerajaan ini dikelilingi oleh tembok-tembok besar yang terbuat dari kayu.

Raja Ho-Ig sendiri tinggal di sebuah bangunan tingkat dengan atap dari daun palem serta memiliki singgasana terbuat dari gading.

Sebagian penduduk kerajaan pandai membuat minuman keras serta memiliki beberapa komoditi yang kerap ditawarkan, seperti perak, emas, gading gajah, cula badak dan kulit penyu.

Contents

Peninggalan Kerajaan Kalingga

Peninggalan Kerajaan Kalingga
www.romadecade.org

Sebagai salah satu kerajaan besar di Indonesia yang sebagian penduduknya adalah pemeluk agama Hindu dan Budha, Kerajaan Kalingga memiliki peninggalan bersejarah dengan corak agama penganutnya. Terlebih lagi mulai abad ke-7, yakni ketika masa pemerintahan Ratu Shima, kerajaan Ho-Iing sudah menjadi pusat kebudayaan Budha Hinayana.

Adapun peninggalan sejarah Kerajaan Kalingga yang paling terkenal adalah 2 prasasti, candi serta situs bersejarah.

1. Prasasti

Hingga saat ini ada 2 prasasti yang ditemukan di daerah pesisir pantai utara pulau Jawa Dan diyakini sebagai peninggalan kerajaan ini. Dalam prasasti tersebut tersirat bukti jika memang pada zaman dahulu benar adanya kerajaan besar yang berdiri di kawasan pesisir pantai utara Jawa, yakni Kerajaan Kalingga.

Berikut adalah nama 2 prasasti tersebut.

  • Prasasti Tukmas

Prasasti Tukmas
hystoryana.blogspot.com

Yang pertama ada prasasti Tukmas yang ditemukan di lereng sebelah barat Gunung Merapi atau lebih tepatnya di Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabak, Magelang Jawa Tengah. Peninggalan Kerajaan Kalingga yang berupa prasasti ini bertuliskan dengan menggunakan bahasa Sansekerta serta memakai huruf Pallawa.

Bentuk aksaranya pun lebih muda apabila di bandingkan dengan aksara yang digunakan pada masa Purnawarman. Prasasti yang dipahatkan pada sebuah batu besar alam yang lokasinya berdekatan dengan sebuah mata air sekitar abad ke-7 M.

Pada prasasti Tukmas ini gak ada gambar trisula, endi, cakra, kapak, kalangsangka serta bungai teratai yang merupakan lambang hubungan antara manusia dengan para dewa Hindu. Tukmas menyebutkan tentang mata air yang jernih serta besar dan juga sungai yang mengalir layaknya Sungai Gangga di India.

  • Prasasti Sojomerto

Prasasti Sojomerto
situsbudaya.id

Prasasti kedua ini ditemukan di desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Pada prasasti ini ditemukan jenis aksara Kawi dengan bahasa Melayu Kuno dan berasal dari abad ke-7 M.

Ukuran prasasti Sojomerto pun bisa dikatakan cukup besar, yakni dibuat pada batu andesit setinggi 78 cm dengan panjang 43 cm dan tebal 7 cm. Tulisan yang tertera pun terdiri sampai 11 baris dengan sebagian barisnya yang sudah rusak terkikis usia.

Isi dari prasasti Sojomerto ini bersifat keagamaan Siwais yang memuat keluarga dari tokoh utama yakni Dapunta. Seperti ibunya yang bernama Bhadrawati, ayahnya yang bernama Santanu serta istrinya yang bernama Sampula. Tokoh utama Dapunta Salendra adalah cikal bakal dari raja-raja keturunan angsa Syailendra yang pernah menguasai kerajaan Mataram Hindu.

Penemuan dua prasasti inilah yang menjadi bukti kuat jika di kawasan pantai utara Jawa Tengah, Dulunya merupakan pusat berdirinya Kerajaan Kalingga, sebuah kerajaan bercorak Hindu Siwais yang dipimpin oleh Ratu Shima. Sosok ratu yang begitu disiplin dan memegang teguh seluruh peraturan yang berlaku di dalam Kerajaan.

2. Candi dan Situs Bersejarah

Bukan hanya prasasti, kerajaan Hindu Budha ini juga memiliki peninggalan lain yang hingga sekarang masih bisa Anda saksikan kemegahannya, yakni candi dan berbagai situs bersejarah. Candi dan situs bersejarah ini sama-sama ditemukan di area puncak Gunung Muria.

Seluruh candi dan situs ini tersebar di hampir seluruh puncak gunung. Berikut beberapa candi yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Kalingga.

  • Candi Angin

Candi Angin
Candi Angin

Candi Angin merupakan bangunan bersejarah yang ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.

  • Candi Bubrah

Candi Bubrah
Candi Bubrah

Candi Bubrah merupakan bangunan bersejarah yang juga ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.

  • Situs Puncak Sanga Likur

Situs Puncak Sanga Likur
Situs Puncak Sanga Likur

Yakni situs bersejarah peninggalan Kalingga yang ada di Puncak Rahtawu (Gunung Muria), berdekatan dengan kecamatan Keling. Di kawasan pegunungan ini Anda bisa menjumpai 4 arca batu yang dikenal dengan nama arca Batara Guru, Wisnu, Togog dan Narada.

Hingga saat ini belum ada orang yang bisa menjelaskan bagaimana cara untuk mengangkut arca tersebut sampai ke puncak gunung, mengingat medannya yang begitu sulit. Selain 4 arca tersebut, ala Arkeologi Yogyakarta juga berhasil menemukan Prasasti Rahtawun.

Disini Anda juga bisa melihat 6 tempat pemujaan yang tersebar dari arah bawah sampai puncak gunung. Keenam tempat pemujaan ini diberi nama tokoh pewayangan seperti Bambang Sakri, Abiyoso, Onggrig Saloko, Seuktrem, Pandu Dewono dan Kamunoyoso.

Masa Kejayaan Kerajaan Kalingga

Masa Kejayaan Kerajaan Kalingga
www.romadecade.org

Kerajaan yang juga kerap disebut dengan nama Ho-Ing ini mengalami masa keemasan pada saat kepemimpinan Ratu Shima yang terkenal dengan kedisiplinannya. Hal ini membuat kerajaan-kerajaan lain di tanah air merasa segan, hormat dan kagum sekaligus penasaran dengan kepemimpinan Ratu Shima.

Pada kala ini, perkembangan segala macam budaya juga begitu pesat, termasuk perkembangan agama Budha yang berjalan dengan harmonis dan sangar rukun. Keadaan inilah yang membuat wilayah kekuasaan Ratu Shima disebut dengan DI Hyang yang artinya tempat bersatunya dua kepercayaan Budha dan Hindu.

Dalam sektor pertanian, Ratu Shima mengadopsi suatu sistem dari kerajaan kakak mertuanya yang diberi nama subak. Dari kebudayaan baru inilah lahir istilah Tanibala yakni kelompok masyarakat yang bermata pencaharian dengan bercocok tanam (bertani).

Menjadi kerajaan dengan corak Hindu di Jawa tengah, Kerajaan Kalingga mempunyai pertalian yang begitu erat dengan kerajaan Galuh. Dimana sang pemimpin yang membawa kejayaan Kerajaan ini, Ratu Shima merupakan penganut Hindu yang begitu disiplin dan begitu menjunjung tinggi ajaran agamanya.

Dari kedisiplinan dan ketaatannya inilah Ratu Shima berhasil membawa kemajuan dan kejayaan pada Kalingga. Kondisi ini menjadikan masyarakat Kalingga begitu makmur dan sejahtera, sebab sang Ratu sangat memperhatikan perkembangan ekonomi masyarakatnya.

Bukti nyata jika Ratu Shima selalu mengembangkan perekonomian masyarakatnya ialah dengan dibangunnya sistem irigrasi dan pertanian bagi rakyatnya.

Masa Kehancuran Kerajaan Kalingga

Masa Kehancuran Kerajaan Kalingga
www.romadecade.org

Setelah bertahun-tahun mengalami perkembangan yang begitu pesat, Kerajaan Kalingga akhirnya mengalami kemunduran. Kemunduran kerajaan dimulai karena ketatnya persaingan dagang dengan kerajaan Sriwijaya. Dimana Kerajaan Sriwijaya ingin menguasai semua jaringan perdagangan di pesisir pantai utara Jawa.

Serangan dari Kerajaan Sriwijaya inilah yang mengakibatkan pemerintah Kijen pindah ke Jawa Bagian timur pada tahun 742-755 M. Pindahnya pemerintah Kijen ini bersamaan dengan Tarumanegara dan Melayu yang juga telah ditaklukkan oleh Kerajaan Sriwijaya.

Ketiga kerajaan ini merupakan saingan kuat pada jangan perdagangan Kerajaan Sriwijaya-Budha. Setelah pindah tempat, Kerajaan Kalingga semakin mengalami kemunduran mengingat sektor yang membawanya Berjaya telah dikuasai oleh pihak lain. Begitu juga dengan luas wilayah yang tak lagi besar, tentunya ini menjadi beban tersendiri bagi kepemimpinan Kijen.

Dari sejarah kerajaan Kalingga di atas, dapat diambil hikmah bagaimana bagusnya masa kepemimpinan Ratu Shima yang selalu memegang teguh kedisiplinan demi kemajuan dan perkembangan kerajaannya. Alhasil masyarakat kecillah yang mendapatkan dampak baiknya.

Baca juga Kerajaan Tarumanegara

Selain itu, dalam praktik kehidupan di masa kini, membuka diri dengan persaingan dari dunia luar juga sangat dibutuhkan agar tidak tergilas oleh pihak lain yang memang selalu mengupgrade ilmu maupun perbekalannya demi menguasai sektor yang ia incar. Semoga ulasan tentang sejarah kerajaan Kalingga dapat menambah wawasan Anda.

Tinggalkan komentar