Contoh Wangsalan Rangkap, Tunggal, Biasa Dll (Lengkap)

Contoh Wangsalan – Indonesia dikenal dengan berbagai bentuk keragaman bahasa dan budayanya. Selain itu, juga kaya baik dalam aspek sumber energi  maupun ekonominya. Negara yang terdiri atas 34 provinsi ini memiliki berbagai macam bentuk kebudayaan yang berbeda. Seperti halnya pulau Jawa.

Sampai saat ini diperkirakan penduduk pulau Jawa mencapai 136 juta jiwa yang merupakan pulau dengan penduduk terpadat di dunia. Pada zaman dahulu, Jawa juga merupakan pusat beberapa kerajaan hindu, kesultanan Islam, dan budha. Pada tahun 1991 diadakan kongres bahasa Jawa yang diprakarsai oleh 3 provinsi yaitu jawa tengah, jawa Timur dan Yogyakarta.

Kongres ini dilakukan setiap lima tahun sekali, tempat pelaksanaan kongres yang terakhir adalah Surabaya. Bahasa Jawa adalah bahasa purba yang menempati bahasa ibu internasional ke sebelas dunia berdasarkan ketetapan UNESCO.

Bahasa Jawa dikenal dengan bahasa yang biasanya digunakan oleh orang suku Jawa, bahasa Jawa disebut juga bahasa Austronesia. Bahasa Jawa identik dengan bahasa yang digunakan oleh suku Jawa yang ada di wilayah bagian tengah dan timur pulau Jawa. Beragam kosa kata yang ada dalam bahasa Jawa juga membuat bahasa ini semakin unik dan menarik.

Saat kita duduk di bangku sekolah dasar bahasa Jawa juga sering menjadi muatan lokal untuk diajarkan. Selain itu bahasa Jawa adalah bahasa terbesar kedua setelah bahasa Sunda yang sering digunakan di Indonesia. Dalam penulisannya pun sering kita kenal dengan aksara Jawa. Dimana bentuk-bentuk hurufnya sangat berbeda dari abjad dan lebih seperti Unicode.

Pada era yang sekarang ini mungkin juga masih banyak orang yang tak mengenal bahasa Jawa karena dirasa terlalu kuno. Padahal bahasa Jawa merupakan bahasa warisan yang seharusnya dilestarikan dan tetap dipelajari. Bahasa Jawa memiliki beberapa kaidah yang sama seperti bahasa Indonesia.

Bahkan pada pelajaran bahasa Jawa juga dikenal dengan bahasa krama, ngoko, krama lugu, dan krama inggil. Arus globalisasi semakin meredupkan pesona bahasa daerah. Selain itu kegemaran yang berubah seperti kesenian-kesenian Jawa yang lebih disukai oleh generasi tua. Anak jaman sekarang pun sudah tidak lagi menggunakan bahasa Jawa secara aktif.

Apalagi jika kita berbicara mengenai sastra Jawa yang sudah tidak banyak dikenal seperti paribasan, sanepa, pepindhan, dan wangsalan. Wangsalan merupakan salah satu genre sastra Jawa yang kini seolah ditinggalkan. Untuk itu dalam kesempatan kali ini akan dibahas lebih jauh mengenai pengertian, jenis, dan contoh wangsalan.

Contents

Pengertian Wangsalan

PENGERTIAN WANGSALAN

Agar Anda tidak bingung lagi apa itu wangsalan, maka akan kami berikan penjelasan mengenai wangsalan dalam bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Wangsalan dapat disebut juga sebagai formula-formula singkat yang bertalian erat secara fonologis dengan maksudnya. Fonologis diartikan sebagai kajian yang membahas mengenai perbendaharaan bunyi yang diproduksi oleh alat ucap manusia.

Wangsalan sendiri juga bisa diartikan dengan teka-teki yang bisa terdiri atas satu atau dua kalimat. Wangsalan juga biasa dipakai dalam tembang jawa. Wangsalan mengharuskan Anda menebak-nebak kiranya apa makna yang tersembunyi dalam kata tersebut.

Meski termasuk sastra wangsalan sangatlah berbeda dengan peribahasa, karena penggunaannya jauh lebih rumit dari pada itu. orang jaman dulu sangat suka mengotak-atik bahasa sehingga piawai melakukan wangsalan semacam ini. Untuk lebih jelasnya ada beberapa wangsalan singkat seperti Jenang sela, wader kali sesonderan. Jika kita membahas keterkaitannya satu persatu akan lebih terasa jelas.

Makna jenang sela wader kali sesonderan adalah apuranta yen wonten lepat kawulo. Jenang selo sama dengan ‘bubur batu’ atau bubur watu yang berarti kapur yang bertalian erat secara fonologis dengan apur(anto) atau maafkan. Wader kali sesondheran adalah sejenis ikan kali yang lebih mengacu pada sepat dan bertalian erat secara fonologis dengan lepat (salah).

Selain itu ada contoh lain seperti roning mlinjo. Roning mlinjo berarti daun mlinjo yang dalam bahasa jawa disebut eso atau so. Bertalian erat secara fonologis dengan ngaso yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘istirahat’. Anak kethek (anak kera) yang dalam istilah Jawa disebut Munyuk yang bertalian erat secara fonologis dengan maknyuk (dekat atau hampir sampai).

Selain contoh wangsalan pendek di atas ada beberapa wangsalan panjang misalnya. Roning kamal, putra resi Kumbayana. Berarti Mumpung anom, ngudi kawruh kang utama. Jika di jabarkan permaksudnya adalah rining kamal (daun asam) yang dalam bahasa jawa disebut sinom. Putra resi Kumbayana yaitu Haswatama. Arti keseluruhan mumpung anom ngudi kawruh kang utama (selagi masih muda tuntutlah ilmu yang bermanfaat).

Wangsalan nglawang mbanyu yang dimaksudkan dengan dam yang persamaan bunyinya diasosiasikan dengan bunyi nyidam (bagi wanita hamil). Nyidam merupakan jawaban dari frase tersebut. Ada juga blimbing bumi yaitu wesah yang kemudian diasosiasikan menjadi susah (sulit). Rambut pitik yang dalam bahasa jawa disebut wulu (bulu) yang berkaitan secara fonologis dengan nglulu (memberi lebih dari yang diminta). Nglante pandhan, dalam ilmu bahasa Jawa disebut kelasa (tikar) yang berkaitan secara fonologis dengan nelangsa (sengsara).

Ciri-ciri yang bisa diketahui dari sebuah wangsalan adalah kalimatnya berbentuk teka-teki. Selain itu juga tergantung pada jumlah baris. Wangsalan yang mudah dikenali biasanya yang terdiri dari 12 suku kata yang memiliki pola 4-8 dalam sati baris.

Bentuk wangsalan

BENTUK WANGSALAN

Meski hanya sebuah teori kiranya sangat penting untuk mempelajari berbagai bentuk wangsalan. Mungkin akan ada istilah yang membingungkan dalam mempelajari bentuk-bentuk wangsalan. Apalagi untuk Anda yang tidak berlatarkan Jawa. Namun untuk kebih menjelaskan bahwa seluruh wangsalan hanya menggunakan bentuk frase nomina atributif.

Dimana frasa nomina ini merupakan frasa yang mengklasifikasikan beberapa bentuk kata benda yang kemudian memperluas sebuah kata benda. Sedangkan frasa atributif adalah frasa yang membentik DM (diterangkan menerangkan) atau MD (menerangkan diterangkan) atau hanya berperan sebagai atribut atau pelengkap sebagaimana dalam wangsalan.

Jika dijelaskan lebih panjang dan rinci lagi mengenai frasa nomina atributif dapat disebutkan bah bentuk frasanya bisa dibedakan menjadi dua. Yakni sebagai pembatas dan sebagai penjelas atau unsure pusat (UP). Hal ini berarti mengenai penggunaan bentuk pertama ataupun kedua disesuaikan dengan konteks (gramatikal).

Mungkin untuk lebih jelasnya ada beberapa wangsalan yang bisa diamati, misalnya:

  • Jahe wana, jika diterangkan kata jahe merupakan unsure pusat atau penjelas. Sedangkan wana (hutan) adalah pembatas. Jahe hutan disebut puyang yang berkaitan secara fonologis dengan puyang-payingan (bingung)
  • Dammar mancung, jika diterangkan kata dammar adalah UP dan mancung merupakan pembatas. Dammar mancung (lampu seludang) atau upet yang berkaitan secara fonologis dengan cupet (sempit)
  • Petis manis, jika diterangkan petis (UP) dan manis (penerang). Artinya petis yang rasanya manis (kecap). Berkaitan secara fonologis dengan ngocap (berkata).
  • Teja bengkok nyirup toya
  • Wader kale sesondheran

Setelah mengamati beberapa wangsalan di atas. Dapat di ambil pengertian bahwa wangsalan yang paling panjang hanya terdiri atas 4 kata. Selain itu, ada wangsalan yang hanya terdiri dari 2 sampai tiga kata saja.

Jika dilihat dari jumlah suku kata dari wangsalan sendiri juga berbeda-beda. Wangsalan yang terbentuk dari dua kata memiliki empat suku kata sebagai penyusunnya. Sedangkan wangsalan yang terdiri atas empat kata memiliki 8 sukukata sebagai penyusunnya. Meskipun begitu, terdapat wangsalan yang memiliki lebih banyak suku kata karena kehadirannya selalu dirangkai bersama-sama.

Misalnya wangsalan yang memiliki 12 suku kata adalah carang wreksa, wreksa wilis tanpa patra dan jenang sela, wader kali sesondheran. Menurut Kridalaksana, meski terkadang memiliki kata yang sama antara pada kata akhir bagian pertama, dengan kata awal bagian kedua. Setiap bagian dari wangsalan memiliki hubungan yang bersifat parataksis bukannya hipotaksis.

Fungsi wangsalan

FUNGSI WANGSALAN

Wangsalan dalam bahasa Jawa ternyata juga memiliki fungsi. Ada tiga fungsi wangsalan dalam bahasa Jawa yaitu representative, ekspresif, dan direktif. Fungsi komunikatif wangsalan ini penggunaannya disesuaikan dengan ungkapannya.

  • Fungsi representative, adalah fungsi yang dimaksudkan untuk menanyakan suatu hal yang saling berkaitan
  • Fungsi ekspresif, berupa perasaan atau mengekspresikan sebuah perasaan
  • Fungsi direktif, yakni bermaksud memerintahkan orang untuk melakukan sesuatu

 

Meski seperti yang dibahas sebelumnya wangsalan adalah teka-teki. Dalam hal ini wangsalan juga bisa digunakan sebagai sindiran atau pitutur. Yang diharapkan tidak menyingggung objek. Hal semacam inni seakan menunjukkan karakter orang jawa yang tidak selalu menyampaikan suatu hal secara terang-terangan.

 

Dalam komunikasi sehari-hari terkadang kita juga sering menggunakan lambing-lambang untuk menyampaikan maksud tertentu. Hal ini dimaksudkan sebagai pemanis bahasa.

Jenis-Jenis Wangsalan

JENIS JENIS WANGSALAN

Seperti ukarara-ukara bahsa Jawa lainnya. Wangsalan juga memiliki berbagai jenis yang dikelomppokkan berdasarkan funsi dan penggunaan. Wangsalan juga dikategorikan berdasarkan situasi pemakaian, Sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa wangsalan dibagi atas tiga kelompok.

Ketiga criteria tersebut tentu akan dipilah lagi ke dalam beberapa bagian. Untuk wangsalan yang masuk dalam kategori pembentukan terdapat wangsalan rangkap dan wangsalan tunggal. Dimana wangsalan tunggal terdiri atas satu bagian dan wangsalan rangkap terdiri atas satu bagian saja.

Wangsalan yang diklasifikasikan dalam bentuk pemaknaan ada dua yakni wangsalan memet dan wangsalan lamba. Sebenarnnya kedua wangsalan ini dikelompokkan berdasarkan tahapan pemaknaan. Bentuk atau cara pemaknaan wangsalan lamba dan wangsalan memet terkesan lebih rumit. Akan dibahas lebih rinci di bagian selanjutnya.

Kategori wangsalan yang ketiga di kelompokkan berdasarkan situasi atau keadaan. Terdapat dua jenis wangsalan yang masuk dalam kategori ini yaitu wangsalan biasa dan wangsalan literer. Wangsalan biasa adalah wangsalan yang sering kita dengar sedangkan wangsalan literer banyak digunakan dalam karya sastra.

Conntoh Wangsalan Lamba

CONNTOH WANGSALAN LAMBA

Wangsalan lamba adalag wangsalan yang diklasifikasikan berdasarkan jenis pemaknaannya. Dalam proses pemaknaan wangsalan lamba cukup dilakukan satu kali sata tanpa perlu di ulang-ulang. Contoh dari wangsalan lamba adalah ‘wong kok sumeh eram’ atau jika dibawa dalam bahasa Indonesia berarti orang kok seneng sekali tebar senyuman’.

Selain itu terdapat wangsalan wong kok menthil kacang. Kata menthil kacang dimaksudkan sebagai mbesengut (cemberut). Wong kok mbesengut (orang kok sukanya cemberut). Ada juga mrica kecut togna wae sak uni-unine yang berarti merica asam, biarkan saja semaunya.

Contoh Wangsalan Memet

CONTOH WANGSALAN MEMET

Sama seperti wangsalan lamba wangsalan memet masuk ke dalam kategori wangsalan berdasarkan jenis pemaknaannya. Nah, wangsalan memet masuk kategori kedua yang beberapa diantaranya dapat kita ambil contoh wangsalan uler kembang.

Meski terlihat lebih mudah, namun dalam tata cara pemahamannya sedikit lebih rumit dari yang terlihat. Wangsalan ini hanya terdiri dari dua kata yakni uler yang berarti ular dan kembang yang berarti bunga. Namun karena pemaknaannya dengan wangsalan yang lain uler kembang dimaksudkan sebagai lintah atau berkaitan dengan sak titahe (terserah).

Dalam makna terserak atau tidak memaksakan diri juga mengandung arti tidak terburu-buru (pelang-pelan) atau alon-alon. Meski sedikit lebih rumit untuk  menemukan arti sebenarnya, wangsalan memet tetap layak untuk dipelajari lebih lanjut.

Contoh wangsalan tunggal

CONTOH WANGSALAN TUNGGAL

Sebelum beranjak pada contoh wangsalan secara real maka mari kita bahas dulu apa itu wangsalan tunggal. Wangsalan tunggal di sebut juga wangsalan yang hanya terdiri dari satu bagian saja. Dan wangsalan ini termasuk jenis wangsalan yang asalnya dari pembagian wangsalan yang lain.

Wangsalan tunggal sudah sering kita jumpai dalam beberapa contoh wangsalan di atas, seperti janur gunung. Janur dalam bahasa berarti daun kelapa dan gunung (aren) yang berkaitan secara fonologis dengan kedingaren (tumben).

Selain itu, ada beberapa contoh yang termasuk wangsala tunggal. Misalnya nyaron bambu yang berarti gamelan (nyaron) hal ini dimaksudkan pada gamelan yang terbuat dari bambu yaitu angklung. Wader bungkuk, wader adalah sejenis ikan kecil. Wader bungkuk berarti urang (udang) yang berkaitan erat secara fonologis dengan kurang.

Contoh Wangsalan Rangkap

CONTOH WANGSALAN RANGKAP

Tidak sama seperti wangsalan tunggal yang hanya terdiri dari satu bagian saja. Wangsalan rangkap tentu saja terdiri atas dua bagian, sehingga wangsalan rangkap dirasa lebih kompleks dari pada wangsalan tunggal. Wangsalan rangkap memiliki 12 suku kata. Sebenarnya contoh wangsalan rangkap juga sudah kami beri contoh pada pembahasan sebelumnya yaitu carang wreksa, wreksa wilis tanpa patra.

Wangsalan tersebut jika diartikan dalam bahasa jawa adalah ‘ ora gampang urip ning dunyo’. Jika dibawa ke dalam bahasa Indonesia wangsalan ini berarti ‘tidak gampang hidup di dunia. Jika dijabarkan berarti carang wreksa dimaksudkan dengan cabang dari pohon pang yang secara fonologis berkaitan dengan gampang (mudah). Wreksa wilis tanpa patra dimaksudkan sebagai pohon yang hijau tanpa daun (kayu urip), yang bunyinya bertalian erat dengan urip (hidup).

Selain itu, ada contoh lain yaitu jenang selo, wader kali sesondheran. Berarti ‘apuranta yen wonten lepat kawula’. Jika dibawa dalam bahasa Indonesia wangsalan tersebut diartikan ‘maaf jika saya ada salah.

Contoh Wangsalan Literer

CONTOH WANGSALAN LITERER

Wangsalan literer adalah kebalikan dari wangsalan biasa, yakni jarang sekali digunakan. Oleh karena itu wangsalan literer sedikit asing karena biasa digunakan dalam menuliskan sebuah  karya sastra. Wangsalan ini dibuat dengan makna tertentu yang susunan katanya memiliki makna keindahan.

Salah satu contoh wangsalan literer dalam bentuk ssastra dan memiliki makna estetika adalah wohing tanjung, becik njunjung bapak biyung. Kata pada buah tanjung yaitu kecik yang sangat berkaitan erat dengan kata becik (baik). Njunjung jika dibawa ke dalam bahasa Indonesia berarti ‘mengangkat’. Bapak biyung berarti bapak ibu. Maka jika digabung secara keseluruhan mempunyai makna lebih baik memuliakan bapak ibu.

Berdasarkan contoh tersebut maka sangat tepat jika digunakan dalam karya sastra karena memiliki maksud yang mendidik.

Contoh Wangsalan Biasa

CONTOH WANGSALAN BIASA

Wangsalan biasa termasuk dalam klasifikasi wangsalan berdasarkan pemakaiannya. Wangsalan ini biasanya digunakan dalam kehidupan sebarii-hari orang Jawa. Sehingga mungkin sudah sering kita dengar . Namun untuk lebih jelasnya mari kita kupas sedikit lebih rinci.

Karena biasa digunakan dalam sehari-hari contohnya pun menjadi sangat banyak. Layaknya njanur gunung yang telah kami jelaskan maksudnya di atas. Yaitu merujuk pada kata kedingaren atau tumben dalam bahasa Indonesia.  Atau juga wangsalan jenang gula yang dimaksudkan untuk mengatakan lupa. Jika dijabarkan maka jenang gula dalam arti Jawa disebut gulali. Hal ini merujuk pada dua suku kata terakhir yaitu lali yang jika dibawa dalam bahasa Indonesia berarti lupa.

Sebelum berusaha untuk memaknai wangsalan secara jelas. Anda dianjurkan untuk mempelajari lebih dulu aran-aran atau kebahasaan. Misal nama-nama daun, nama buah, nama hewan, dan lain sebagainya. Hal ini dimaksudkan tak lain adalah untuk mempermudah Anda dalam mengartikan wangsalan.

Sampai saat ini penggunaan kaidah-kaidah bahasa Indonesia lebih ditekankan sebagai bahasa induk (lingua franca). Hal inilah yang semakin mengurangi pemakaian beberapa bahasa daerah. Sehingga beberapa waktu yang akan datang tidak akan digunakan lagi dan terlupakan.

Padahal perlu diketahui pula bahasa adalah suatu bentuk keragaman budaya di Indonesia. Sehingga kepunahan suatu bahasa sendiri juga berdampak pada hilangnya kebudayaan-kebudayaan khususnya kebudayaan Jawa. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut maka perlu kiranya digalakkan kembali bahasa daerah di sekolah-sekolah serta terus melestarikan warisan leluhur.

Selain dari pada itu, penggunaan bahasa contoh wangsalan daerah hendaknya diberlakukan di lingkungan keluarga. Juga pentingnya mengajarkan kepada anak-anak kapan waktu menggunakan bahasa ibu dan kapan kiranya harus menggunakan bahasa daerah.

Contoh Wangsalan Rangkap, Tunggal, Biasa Dll (Lengkap)

Tinggalkan komentar