Sunan Kalijaga: Silsilah, Perjalanan Hidup, Pusaka serta Metode Dakwah

Sunan kalijaga – Sunan Kalijaga merupakan salah satu wali songo yang menyebarkan dakwahnya di Pulau Jawa. Beliau merupakan orang yang sederhana. Hal ini tampak dari penampilannya yang cenderung berpakaian hitam dengan blangkon khas Jawa sebagai pelengkapnya.

Berbeda dengan wali songo lainnya yang cenderung memakai sorban dan pakaian berwarna putih. Dalam berdakwah, Sunan Kalijaga tetap mempertahankan tradisi atau adat istiadat masyarakat Jawa tanpa mengubahnya. Sunan Kalijaga biasanya menggunakan karya seni untuk mempermudah penyampaian dakwahnya kepada warga.

Untuk karya seni yang beliau buat pun masih bernuansa Hindu-Budha, yang merupakan agama yang dianut masyarakat Jawa sebelum masuknya agama Islam. Dengan cara halus yang digunakan oleh Sunan Kalijaga, agama Islam dapat diterima dengan baik oleh sebagian besar masyarakat Jawa.

Banyak lika-liku kehidupan yang harus dilalui oleh Sunan Kalijaga sebelum beliau diangkat menjadi waliyullah. Biografi serta sejarah tentang Sunan Kalijaga dapat Anda pelajari melalui beberapa ulasan di bawah ini.

Contents

Silsilah Sunan Kalijaga

Silsilah Sunan Kalijaga
thegorbalsla.com

Berdasarkan catatan sejarah Babad Tuban, dapat diketahui jika Sunan Kalijaga merupakan wali yang berasal dari orang Jawa asli. Melalui babad tersebut dikisahkan jika Abdul Rahman atau Aria Teja merupakan orang yang berhasil membuat Adipati Tuban memeluk agama Islam.

Akhirnya adipati Tuban menikahkan putrinya yang bernama Aria Wilatikta dengan Aria Teja. Catatan dalam Babad Tuban tersebut diperkuat dengan catatan bendahara Portugis dan penulis terkenal.

Berdasarkan catatannya bersama bendahara Portugis Tome Pires (1468-1540) menyatakan jika cucu dari penguasa Islam yang pertama di daerah Tuban yaitu Aria Wilatikta dan putranya Raden Mas Said atau Sunan Kalijaga merupakan penguasa Tuban pada tahun 1500 Masehi.      

Pendapat lain muncul dari Van Den Berg (1845-1927) yang merupakan penasihat khusus pemerintah Kolonial Belanda yang menyebutkan jika Sunan Kalijaga berasal dari Arab yang silsilahnya masih memiliki garis keturunan dengan Nabi Muhammad SAW.

Salah satu tokoh sejarawan lain yaitu De Graf juga menyebutkan jika silsilah Aria Teja masih segaris dengan keturunan Ibnu Abbas.

Masa Kecil dan Muda Raden Said

Masa Kecil dan Muda Raden Said
moondoggiesmusic.com

Raden Said atau Raden Mas Syahid merupakan nama asli Sunan Kalijaga sewaktu kecil. Beliau adalah putra dari Raden Sahur Tumenggung Wilatikta atau Ki Tumenggung Wilatikta yang merupakan adipati Tuban.

Sunan Kalijaga juga sering disebut sebagai Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan ada juga yang mengenalnya dengan nama Lokajaya. Sunan Kalijaga dikenal sebagai orang yang rajin dalam menuntut ilmu terlebih lagi ilmu agama Islam pada masa mudanya.

Beberapa wali juga pernah menjadi guru beliau, diantaranya adalah Sunan Ampel, Sunan Bonang, dan Sunan Gunung Jati. Sunan Kalijaga juga dipercaya menyaksikan runtuhnya kekuasaan Kerajaan Majapahit karena umur beliau mencapai 100 tahun.

Selain itu, Sunan Kalijaga juga menyaksikan masa Kesultanan Cirebon, Banten, dan Demak. Bahkan Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh senopati dan Kerajaan Pajang yang berdiri tahun 1546 Masehi juga turut beliau saksikan.

Menurut beberapa sumber, Sunan Kalijaga juga turut andil dalam pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Semasa muda, Sunan Kalijaga dikenal sebagai sosok yang sangat dekat dengan rakyat miskin atau jelata. Kedekatan Raden Mas Said (Sunan Kalijaga) dengan rakyat miskin dapat diketahui melalui kisah berikut.

Pada suatu ketika, di Tuban terjadi kemarau yang sangat panjang sehingga menyebabkan para petani gagal panen sehingga menderita kerugian. Di samping itu, ternyata pemerintah pusat juga sedang mengalami masalah karena membutuhkan dana yang besar untuk melakukan pembangunan.

Masalah tersebut membuat rakyat mau tidak mau harus membayar pajak atau upeti yang tinggi kepada pemerintah. Permasalahan tersebut sontak membuat hati Raden Said muda tergerak untuk membantu rakyat jelata. Raden Said muda mencuri hasil bumi dari gudang penyimpanan ayahnya untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat miskin.

Hasil bumi yang beliau curi merupakan pajak yang dipungut dari rakyat dan dikumpulkan yang nantinya akan disetorkan kepada pemerintah pusat. Raden Said biasanya melakukan aksinya ketika malam tiba kemudian membagi-bagikannya tanpa sepengetahuan rakyat.

Waktu terus berlalu hingga akhirnya penjaga gudang mulai merasa curiga karena jumlah upeti semakin hari semakin berkurang di dalam gudang. Lalu, penjaga gudang mengatur siasat dengan meninggalkan gudang namun mengamatinya dari kejauhan.

Maka dia pun mengetahui aksi Raden Said sehingga Raden Said pun dilaporkan kepada ayahandanya. Ayahanda Raden Said sangat marah ketika mengetahui bahwa anaknya telah mencuri hasil upeti. Raden Said akhirnya tidak diperbolehkan keluar rumah sebagai hukumannya.

Seminggu setelah peristiwa tersebut, Raden Said ternyata tidak jera dan kembali melancarkan aksinya. Namun sekarang targetnya bukan lagi gudang ayahandanya tetapi orang-orang kaya yang memiliki sifat kikir. Hasil curian yang beliau dapatkan, kembali beliau bagi-bagikan kepada rakyat yang tidak mampu.

Saat beraksi, Raden Said menggunakan topeng layaknya ninja dengan pakaian serba hitam. Hal tersebut ternyata dimanfaatkan oleh perampok asli untuk menjebak Raden Said. Perampok asli memakai pakaian seperti yang Raden Said kenakan kemudian mulai merampok dan memperkosa perempuan cantik.

Ketika Raden Said datang dan berusaha untuk menolong perempuan tersebut, ternyata perampok asli berhasil kabur sehingga Raden Said menjadi kambing hitam atas kejahatan yang dilakukan oleh perampok asli. Ayahanda Raden Said yang mendengar berita tersebut merasa kecewa dengan perilaku anaknya sehingga beliau pun mengusir Raden Said dari istana. 

Raden Said Berguru Kepada Sunan Bonang

Raden Said Berguru Kepada Sunan Bonang
www.merdeka.com

Meskipun telah diusir oleh ayahandanya, Raden Said tetap melancarkan aksinya untuk membantu rakyat miskin. Beliau berganti nama menjadi Brandal Lokajaya dan berdiam di Hutan Jatiwangi. Oleh sebab itulah, Sunan Kalijaga juga dikenal dengan nama Lokajaya. 

Pada suatu ketika, Raden Said melihat seseorang yang mengenakan pakaian serba putih dan membawa sebuah tongkat dengan gagang berkilauan seperti emas. Raden Said berusaha merebut dengan paksa tongkat tersebut hingga menyebabkan pemiliknya jatuh tersungkur ke tanah.

Orang berpakaian serba putih itu pun berusaha bangun dan terlihat matanya penuh air mata. Raden Said berusaha mengamati tongkat yang telah berhasil dia rebut dan ternyata gagang tongkat tersebut tidaklah terbuat dari emas. Melihat pemilik tongkat tersebut menangis, maka Raden Said segera mengembalikan tongkat tersebut.

Namun, orang tersebut tiba-tiba berkata kepada Raden Said jika yang dia tangisi bukanlah tongkat yang Raden Said rebut darinya. Beliau berkata sambil menunjukkan rumput yang berada pada genggaman tangannya. Beliau kembali berkata jika dia merasa berdosa karena telah melakukan dosa dengan melakukan perbuatan yang sia-sia dengan mencabut rumput yang tidak seharusnya dicabut karena terjatuh.

Raden Said pun merasa heran. Kemudian beliau menjawab jika hanya beberapa helai rumput saja yang tercabut namun mengapa orang tersebut merasa telah melakukan dosa. Dan orang berpakaian serba putih itu pun kembali menjawab jika perbuatan yang telah dia lakukan memanglah sebuah dosa karena dilakukan sia-sia.

Mencabut rumput untuk kebutuhan memang diperbolehkan namun jika tidak ada tujuan maka termasuk dosa. orang tersebut juga menggunakan sebuah perumpamaan atas perbuatan yang telah Raden Said lakukan selama ini. Mencuri untuk menolong orang miskin bukanlah sesuatu yang dibenarkan.

Hal ini bisa di ibaratkan dengan menggunakan air kencing untuk mencuci pakaian yang kotor. Hal tersebut tidaklah akan membuat pakaian menjadi bersih namun justru menambah kotor dan bau. Mendengar penjelasan itu, Raden Said mulai merenung dan memikirkan apa yang dikatakan orang tersebut.

Orang berpakaian putih itupun juga melakukan sesuatu yang membuat takjub Raden Said yaitu mengubah pohon aren menjadi emas. Raden Said berusaha memanjat pohon aren tersebut dan berusaha mengambil buahnya karena penasaran. Di saat Raden Said akan memetik buahnya, tiba-tiba buah-buah aren tersebut rontok dan berjatuhan sehingga menimpa kepala Raden Said dan beliau pun jatuh pingsan.

Setelah tersadar, tampak sosok yang bukan seperti orang biasa di hadapan Raden Said sehingga timbul keinginan dalam hatinya untuk berguru pada orang tersebut. Raden Said berusaha untuk mengejar orang tersebut dan menyatakan keinginan bahwa beliau ingin berguru kepadanya.

Orang tersebut bersedia menjadikannya murid dengan satu syarat yaitu, Raden Said diminta untuk menjaga tongkat yang beliau tancapkan di pinggir sungai dan tidak boleh beranjak hingga orang tersebut datang kembali. Raden Said menjalankan permintaan orang berbaju putih tersebut dengan sungguh-sungguh.

Hingga suatu ketika orang tersebut datang kembali menemui Raden Said yang masih setia menjaga tongkat tersebut setelah tiga tahun lamanya. Ternyata orang berbaju putih tersebut tidak lain adalah Sunan Bonang. Beliau pun mengajak Raden Said ke Tuban untuk menerima pelajaran agama.

Nama Kalijaga diambil berdasarkan kisah tersebut. Menurut Bahasa Jawa kali itu artinya sungai, sedangkan jaga artinya menunggu atau menjaga. Kalijaga artinya orang yang setia menjaga tongkat yang ditancapkan di kali atau sungai. Walaupun perbuatan yang dilakukan Raden Said tampak mulia sebelumnya namun pada dasarnya perbuatan mencuri tetaplah salah dan dosa.

Istri dan Anak Sunan Kalijaga

Istri dan Anak Sunan Kalijaga
www.netralnews.com

Sunan Kalijaga menurut beberapa cerita menikah dengan putri Maulana Ishaq yang bernama Dewi Saroh dan dikaruniai puteri yang bernama Dewi Sofiah dan Dewi Rakayuh serta seorang putra bernama Raden Umar Said atau biasa dikenal dengan nama Sunan Muria.

Sunan Kalijaga Rindu Kepada Ibunya

Sunan Kalijaga Rindu Kepada Ibunya
informazone.com

Sepeninggal Raden Said dari istana, permaisuri Adipati Wilatikta atau ibunda Raden Said merasa tidak memiliki gairah untuk hidup.

Tidak terasa jika Raden Said telah meninggalkan kedua orang tuanya hingga bertahun-tahun lamanya. Ketika perampok asli yang menjebak Raden Said tertangkap, rasa penyesalan yang dalam dirasakan oleh ayahanda Raden Said. Beliau menangis sejadi-jadinya dan merasa menyesal telah menyuruh Raden Said meninggalkan istana.

Selama ini ternyata Raden Said telah kembali ke Tuban karena dibawa oleh Sunan Bonang. Ibunda Raden Said tidak pernah mengetahui hal itu karena Raden Said pun tidak pernah bertandang secara langsung ke Istana Tuban. Beliau berguru ke tempat Sunan Bonang terlebih dahulu.

Raden Said merasa rindu kepada ibundanya sehingga dia pun menggunakan ilmunya yang tinggi untuk mengobati rasa kerinduannya. Raden Said melantunkan ayat-ayat suci Al-quran yang dikirimkan ke istana Tuban melalui jarak jauh. Suaranya yang merdu membuat bergetar hati adipati Tuban, istrinya bahkan dinding istana Tuban.

Akhirnya Raden Said pun dapat bertemu kembali dengan kedua orang tuanya. Saat diminta untuk menggantikan kedudukan ayahandanya untuk menjadi adipati Tuban, beliau tidak bersedia sehingga kedudukan adipati diberikan kepada Empu Supa dan Dewi Raswulan yaitu cucunya.

Setelah itu, Raden Said melanjutkan dakwahnya ke daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Saat berdakwah, Raden Said terkenal arif dan bijaksana sehingga dakwah beliau dapat dengan mudah diterima masyarakat. Ada sebuah riwayat yang mengisahkan tentang Raden Said yang dihadang oleh segerombolan perampok kejam ketika sedang melakukan perjalanan dakwahnya.

Raden Said mengatakan kepada para perampok tersebut, jika beliau tidak memiliki apa-apa. Tetapi sayangnya, perampok yang sangat kejam tersebut tidak mempercayai perkataan Raden Said. Mereka memutuskan untuk menggeledah beliau.

Raden Said ingin memberikan sedikit pelajaran kepada perampok-perampok tersebut agar kembali ke jalan yang lurus. Dengan tersenyum dan tenang, Raden Said mengibaskan sehelai kain panjang yang beliau sampirkan di bahu ketika perampok menyerang.

Seketika perampok-perampok tersebut terpental jauh karena kibasan kain beliau. Mereka semakin garang dan kembali menyerang Raden Said. Beliau menggunakan ilmu malih rupa di saat pemimpin perampok tersebut mendekati dan menyabetkan pedang kepadanya.

Beliau membiarkan pedang tersebut menancap pada tubuhnya dan tidak menghindar sedikitpun. Melihat pemimpinnya berhasil mengalahkan Sunan Kalijaga maka serta merta anak buah perampok tersebut ingin menabrak tubuh Sunan Kalijaga.

Namun, sebelum mereka melompat dan menyerang ternyata ada sebuah tangan yang menahan gerakan mereka dengan halus. Terdengar suara lembut berkata jika yang mereka serang hanyalah sebuah pohon asam bukan Sunan Kalijaga.

Beliau juga berkata jika ingin mengetahui kebenarannya maka mereka harus menutup mata dan menggunakan mata batin mereka untuk melihat. Anak buah perampok tersebut ada beberapa yang mengikuti perintah Sunan Kalijaga dan akhirnya memutuskan untuk masuk Islam dan bertaubat.

Perjalanan Sunan Kalijaga Hingga Menjadi Wali

Perjalanan Sunan Kalijaga Hingga Menjadi Wali
wisata-religi.com

Memang, untuk menjadi seseorang yang lebih baik, banyak hal-hal yang meski kita lalui, begitu juga dengan para wali. Mungkin selama ini kita mengenal sebagian besar wali bukanlah dari orang Jawa asli namun mereka memiliki hubungan baik antara guru dengan murid, garis keturunan ataupun saudara.

Sebelum menjadi seorang wali, banyak perjalanan yang harus dilalui oleh Sunan Kalijaga. Sejak masih muda, Sunan Kalijaga memang dikenal sebagai pribadi yang dekat dengan rakyat jelata. Pada mulanya, beliau merasa iba dan prihatin atas keadaan masyarakat Tuban yang diharuskan untuk membayar upeti terlebih lagi pada musim kemarau yang panjang.

Hal tersebut membuat beliau memiliki inisiatif untuk mencuri hasil bumi di gudang dan dibagi-bagikan kepada rakyat miskin. Hingga akhirnya perbuatan beliau diketahui oleh penjaga gudang dan dilaporkan kepada ayahandanya.

Beliau juga sempat diusir dari istana Tuban hingga akhirnya bertemu dengan Sunan Bonang dan diajarkan ilmu agama. Pertemuan dengan Sunan Bonang inilah yang menjadi titik awal Sunan Kalijaga mengenal dan mengerti tentang ilmu agama dan akhirnya menjadi seorang wali Allah.

Pusaka Peninggalan Sunan Kalijaga

Pusaka Peninggalan Sunan Kalijaga
thegorbalsla.com

Sunan Kalijaga mendekatkan diri kepada Allah melalui bacaan dzikir. Beliau mengajarkan berbagai bacaan dzikir baik melalui lisan, nafas, hati, maupun ruh kepada para murid-muridnya.

Selain itu, Sunan Kalijaga juga memiliki beberapa benda pusaka yang selalu beliau bawa ketika berdakwah. Benda pusaka tersebut antara lain batu bobot, keris kyai cerubuk, tongkat kalimasada, sendang, dan api alam. Sunan Kalijaga juga memiliki sebuah rompi yang terbuat dari kulit kambing yang biasa disebut dengan rompi ontokusumo.

Sebagai seorang waliyullah, Sunan Kalijaga memiliki karomah ilmu kanuragan yang biasa dikenal dengan nama Ilmu Aji Jagat. Sunan Kalijaga tetap menjadi sosok yang rendah hati meskipun memiliki karomah yang luar biasa.

Metode Dakwah Sunan Kalijaga

Metode Dakwah Sunan Kalijaga
harnas.co

Sunan Kalijaga memilih media seni sebagai sarana untuk berdakwah. Beliau juga memiliki pola dakwah yang hampir menyerupai sang guru yaitu Sunan Bonang.

Paham keagamaan yang beliau ajarkan adalah ilmu salaf dan bukanlah pemujaan semata atau sufistik panteistik. Sikap toleran terhadap budaya Jawa juga diterapkan oleh Sunan Kalijaga. Beliau memiliki pendapat jika masyarakat akan lebih mudah menerima dakwah apabila didekati dengan cara pelan-pelan, halus, dan bertahap.

Jika beliau memaksakan kehendak maka rakyat justru akan semakin menjauh. Jadi, Sunan Kalijaga tetap memegang tradisi atau adat istiadat masyarakat Jawa sehingga membuat rakyat tertarik saat mendengarkan dakwah beliau. Seni yang biasa beliau gunakan adalah suluk, wayang, seni ukir, dan gamelan.

Gundul-gundul pacul dan lir ilir merupakan lagu suluk terkenal karya Sunan Kalijaga. Metode dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga juga terbukti jitu kiarena banyak adipati Jawa yang memeluk agama Islam melalui Sunan Kalijaga yaitu adipati Pajang, Kebumen, Banyumas, Pandaran dan Kartasura.

Baca Juga Kerajaan Mataram

Melalui kisah Sunan Kalijaga kita dapat mengetahui jika penyebaran agama Islam di Pulau Jawa memang dilakukan secara damai dan halus. Meski tanpa mengubah adat istiadat Jawa, kebiasaan masyarakat akan dapat berubah dengan sendirinya setelah mereka memahami ajaran Islam dengan benar. Sebagai umat Islam, sudah selayaknya kita belajar dari kebijaksanaan Sunan Kalijaga dalam berdakwah. 

Tinggalkan komentar