Puisi hujan – Selain senja, mungkin hujan juga menjadi salah satu momen yang memberikan kenangan tersendiri bagi sebagian orang. Entah itu merupakan suatu momen kerinduan atau bahkan sebuah momen yang menyebalkan.
Dari hujan, banyak seniman menciptakan karya yang terinspirasi oleh adanya hujan. Hujan menjadi anugerah tersendiri bagi setiap orang.
Untuk seseorang yang terbiasa mengungkapkan suatu momen lewat puisi, berikut ini adalah puisi-puisi karangan dari beberapa seniman yang mungkin bisa mewakili sensitif perasaan pembaca.
Contents
- Kumpulan Puisi Hujan
- Di Dalam Senandung Hujan
- Embun
- Aku terdiam dalam hujan
- Mentari Senja
- Terjebak Hujan
- Gelisah Dalam Alunan Rintik Hujan
- Hujan
- Ada
- Mulai kaku
- Kisah Katak
- Hujan yang menyejukkan hati
- Reda Hujan
- Jadikan Aku Hujan
- Ibu Hujan
- Tiga Indera
- Hujan Gersang
- Mungkin Cukup
- Setitik Hujan
- Rindu Murai
- Dalam Selasa Kedua
- Hujan Kecil
- Musim Hujan Berselimut Duka
- Siklus Hujan
- Lirihan Nirwana
- Kelinci Bersayap Putih
- Hujan dan Senja
- Memori Tetesan Hujan
- Jangan Tanya
- Kisah Hujan
- Seperti Hujan
- Kata Bapak Tentang Hujan
- Pelangi
- Hujan Di Ternate
- Dinginmu oh Hujan
- Ku Sambut Hujan
- Titisan Hujan Bersama Nyanyian Syahdu
- Walau Habis Terang
- Wasiat Gelandangan
- Hujan Kelabu
- Hujan : Hanya Setitik Air
- Kisahku dan Hujan
- Rintik Hujan
- Rinai Memberai Air Hujan
- Hujan Bersamamu
- Kehadiran Hujan
- Kisahku Tak Merindu Hujan
- Rintik Rindu Novena
- Kenyataan di Balik Hujan
- Sajak Pertemuan Hujan Senja
Kumpulan Puisi Hujan
Di Dalam Senandung Hujan
*****
Aku berpuisi di bawah sinyal dari langit
Di dalam senandung hujan
*****
Wahai alamku
Hujan menyampaikan bau rindu yang lama terpendam
Ranum dan merekah selaksa salam dari doa
Aku padamu
*****
Wahai alamku
Bila di sana hujan maka aku titipkan pesan
Melalui sayatan sayatan rintiknya
Yang berbaris menyalamimu
*****
Bila tidak maka lewat angin dan udara
Yang menyelimuti tubuhmu
Ku gelorakan salamku
Wahai alamku
*****
Aku berpuisi di bawah sinyal dari langit
Di dalam senandung hujan
*****
Embun
*****
Perihal hujan,
Aku tertarik pada embun
Embun yang berada pada sebuah kaca jendela
Memperlihatkan jejak tetesan air hujan
Dan dingin yang menjadikannya buram
*****
Perihal embun,
Kerap kali aku menggunakan jari ini
Menuliskan sebuah nama
Atau serangkaian kata
Mungkin tak berguna
Karena hanya sementara
Tetapi setidaknya aku melepaskan sedikit kerinduan
*****
Perihal rindu,
Jika kamu adalah embun
Aku selalu menantikan hujan itu datang
*****
Aku terdiam dalam hujan
*****
Saat itu aku terdiam
Melihat tatapannya
Yang kosong menatap hujan
*****
Kau tak apa?
Tanyaku perlahan
Lagi bingung ya?
Tebakku sok tahu
*****
Masih menatap hujan
Ia menggeleng,
Berkata,
*****
“Melihat hujan aku merasa tenang
Meski angin bergemuruh,
Halilintar meraung
Air – air itu tetap berjatuhan
Beriringan dengan irama
Tenang”
*****
Kami berdua terdiam
Bersama menatap hujan
*****
Mentari Senja
*****
Aku keluar
Ku lihat matahari yang terbenam
Tenggelam
Menghiasi wajahmu
*****
Terjebak Hujan
*****
Apakah kamu pernah terjebak hujan?
Yang tak tahu arah untuk berteduh
Apakah kamu pernah terjebak kerinduan?
Yang tak tahu kepada siapa jika mengeluh
*****
Sekali- kali cobalah dengan sengaja
Terjebak hujan
Agar kamu mengerti
Terjebak itu bukan hal yang menyenangkan
Meski bagimu itu adalah bagian dari permainan
*****
Setahuku rindu bukan jebakan
Tetapi karenamu yang memberi harapan
Membuatku terjebak bersama hujan
*****
Gelisah Dalam Alunan Rintik Hujan
*****
(Oleh: Ardhi Dwi Pranata)
Geliat senja menutup aktivitas
Lalu lalang kendaraan menyesaki jalanan
Pedagang kaki lima tampak berbenah
Awan pun bermuram durja
*****
Kabar itu menggelisahkan pikiran
Dalam parodi jalanan menemani perjalanan
Kelap kelip lampu persimpangan mengusik pikiran
Awan pun bergelagar
*****
Rintik hujan mulai turun
Lambat namun pasti kaca mobil mengembun
Derit roda terdengar serak
Kabar itu masih menghantui
*****
Gelisah berteman rintik hujan
Asa memecahkan kabar itu
Alunan rintik mengalun dalam telinga
Sedikit regang pikiran ini
*****
Hujan
*****
(Oleh : Rosdiana N H)
Kehadiranmu menyejukkan hati
Dengan senyum mu yang begitu berarti
Menggerakkan jiwa yang tak ku mengerti
Karena kamu lah yang ku nanti
*****
Meski dengan sekilas perjumpaan
Bersyukur karena ada kebersamaan
Meninggalkan kesan yang indah
Walau hanya sebuah impian
*****
Seperti malam yang kelam
Dalam suasana yang mencengkam
Hanya bisa berharap dalam diam
Untuk perasaan yang terpendam
*****
Ada
*****
(Oleh : Muhammad Rajib Raka tirta )
Ada perasaan
Yang bahkan tak bisa
Diungkapkan dalam puisi
*****
Aku bertanya,
Mengapa?
*****
Namun, itu pertanyaan abadi
Tanpa jawab
Tanpa tanggap
Hanya senyap
*****
Aku coba mulai menulis namun
Ku rasa jemariku
*****
Mulai kaku
*****
Karena
Ada perasaan
Yang bahkan tidak bisa
Di ungkapkan dalam puisi
*****
Kisah Katak
*****
(Oleh : Muh. Idsan, S. Pd)
Gendang bertabu di atas langit dengan gema yang memekakkan
Awan tak sanggup menahan beban yang menyesakkan
Musim hujan pun datang dan siap untuk di rayakan
Barisan katak terbangun dari peristirahatan panjang yang melelahkan
*****
Pasukan katak mendorong kura- kura yang lamban
Membawa waktu
Di depan sana, ada hujan yang telah lama di tunggu
Sejauh mata memandang keberadaan itu
Jarak pula menyakiti jejak pada rasa yang pilu
*****
Dahaga telah mengikis kerongkongan
Panas mentari mengupas kulit yang kekeringan dan menghalangi jalan
Cepatlah menyingkir kura- kura yang menyebalkan
Kami katak, sang perindu hujan
*****
Sedikit lagi akan sampai di tujuan
Bersiap untuk bermandikan bulir- bulir bening harapan
Bertahanlah, sisa beberapa langkah lagi untuk di lawan
Sial hujan berhenti di depan pandangan
*****
Hujan yang menyejukkan hati
*****
Kehadiranmu begitu menyejukkan hati
Dengan senyum mu yang begitu berarti
Menggetarkan jiwa yang tak ku mengerti
Karena kamu lah yang ku nanti
*****
Meski dengan sekilas perjumpaan
Bersyukur karena ada kebersamaan
Meninggalkan kesan yang indah
Walau hanya sebuah impian
*****
Seperti malam yang kelam
Dalam suasana yang mencengkam
Hanya bisa berharap dalam diam
Untuk perasaan yang terpendam
*****
Seperti mendung tapi tak hujan
Seperti gerimis yang hanya sekilas
Ada apa dengan gerangan?
Memberi tanda tapi tak selaras
*****
Egokah jika aku kecewa?
Dengannya yang bukan siapa siapa
Bagai bulan dan matahari
Tak pernah menyatu meski berarti
*****
Reda Hujan
*****
(Oleh : D I H)
Ku perhatikan kamu sering menikmati hujan
Dengan secangkir kopi
Lalu setelah mereda
Kamu beranjak pergi
*****
Ku perhatikan kamu sering memberi ungkapan
dengan sebuah janji
lalu setelah ku percaya
kamu beranjak pergi
*****
dan kebiasaanku memperhatikanmu
Membuatku tersadar
Jika memang sebenarnya
Kamu juga tak peduli
*****
Juga
Kamu tak pernah menunggu reda karena hujan
Tetapi hanya karena kamu ingin pergi
*****
Semestinya
Aku tak pernah menunggu sebuah jeda
Karena penantian
Tetapi hanya karena kamu yang pergi
Seperti ini
*****
Jadikan Aku Hujan
*****
(Oleh : Afifatur Rohmah)
Jadikanlah aku hujan
Akan ku lukis kisah dengan muara air
Akan ku buat bendungan yang di penuhi cinta
Akan ku penuhi jiwamu dengan rintiknya rindu
*****
Ajari aku menjadi hujan
Agar aku bisa mengobati hausmu
Haus akan dentuman rindu
Mengalirkan kesejukan pada tubuhmu yang basah
*****
Ijinkan aku menjadi hujan
Aku ingin mengalir bebas di wajahmu
Aku ingin persembahkan musik dengan jatuhnya aku
Membuat alunan pada dinginnya cintamu
Tapi, ini janjiku
Tak akan ada petir yang membuatmu benci akan hadirku
*****
Ibu Hujan
*****
(Oleh : Joko Pinurbo )
Ibu hujan dan anak – anak hujan
Berkeliaran mencari ayah hujan
Di perkampungan puisi hujan
*****
Anak – anak hujan berlarian
Meninggalkan ibu hujan
Menggigil sendirian di bawah pohon hujan
*****
Anak- anak hujan bersorak girang
Menemukan ayah hujan
Di semak semak hujan
Ayah hujan mengaduh kesakitan
Tertimpa tiga kilogram hujan
*****
Ayah hujan dan anak – anak hujan
Ber ramai ramai menemui ibu hujan
Tapi ibu hujan sudah tidak ada
Di bawah pohon hujan
*****
“kita tak akan menemukan ibu hujan di sini
Ibu hujan sudah berada di luar hujan”
*****
Tiga Indera
*****
Dan jika
Telingaku jatuh cinta
Pada siulan burung itu,
*****
Atau saat
Mataku terpesona
Pada warna- warni bulunya,
*****
Dan juga
Saat hidungku terbuai
Merasa aroma burung surga
*****
Aku katakan
“bersatulah !
Maka akan lebih indah,
Dan beritahulah!”
( M R R )
*****
Hujan Gersang
*****
Gersang pucat tak bernyawa
Seperti daun di musim kemarau
Ini hati telah mati rasa
Menunggumu yang terus berlalu
*****
Angin berhembus menerjang dedaunan
Terhempas jauh keras tak terarah
Kau yang selalu menjadi kekuatan
Kini tak ada lagi perlahan musnah
*****
Inilah puncak di musim kemarau
Menyambut hujan berhawa dingin
Beginikah rasanya mencintaimu?
Kau yang telah jadi milik orang lain
*****
Mungkin Cukup
*****
(Oleh : Muhammad Rajib Raka tirta)
Telah ku katakan
Kepada sebuah pohon rimbun
Bahwa aku
Mengagumi helai daunnya
*****
Juga kokoh batang dan akarnya
Kalau saja
Ia bertanya
*****
Pohon itu terdiam
Tatapan bisunya merengkuhku
Angin berkata
“Pohon itu tersenyum”
*****
Dan aku kembali
Ke rumah
Dengan sebatang pena
Di atas kertas
*****
Setitik Hujan
*****
Mata yang selalu bersinar
Indah senyum yang di sunggingkan
Kepiawaian dalam berbicara
Anugerah Tuhan yang sungguh sempurna
Elokkah aku inginkannya?
Langkah hati ingin berada di dekatnya
*****
Alangkah indah bila tak ada benteng
Rasa hati ingin aku sampaikan
Dari perasaan yang terdalam
Yakin ini cinta dalam hati akan ku nyatakan
*****
Aku hanyalah setitik air
yang akan menguap di kala terik
membuat langit mendung berawan
hingga mengundang hujan untuk turun ke bumi
*****
Seperti itulah siklusnya
Hanya dapat memandangimu dari kejauhan
Menyimpan sejuta rasa yang terpendam
Hingga akhirnya hanya menjadi sebuah angan
*****
Tak bisakah aku menjadi hujan?
Yang di setiap rinainya membawa kesejukan
Tak bisakah aku menjadi pelangi?
Yang membuat hidupmu menjadi lebih berarti
*****
Rindu Murai
*****
(Oleh : Muhammad Rajib Raka tirta)
Awalnya
Aku berharap
Murai itu tetap diam
Dan tidak terbang
*****
Kini aku takut
Murai itu terbang
Dan menjauh
*****
Aku pemburu
Yang hendak mengamati
Murai tersebut
Tanpa perlu menembaknya
*****
Dalam Selasa Kedua
*****
(Oleh : Muhammad Rajib Raka tirta)
Dalam sebuah buku,
Aku dengar Morrie
Berkata,
*****
“Cinta adalah
Satu satunya perbuatan
Yang rasional”
*****
Betapa terkejutnya aku
Saat aku tahu
Bahwa aku percaya
Sejak awal
*****
Hujan Kecil
*****
(Oleh : Joko Pinurbo)
Hujan tumbuh di kepalaku
Hujan hanya penyegar waktu
*****
Memancur kecil – kecil
Mericik kecil – kecil
Di hiasi petir kecil – kecil
Hujan masa kecil
*****
Tetes Cinta
(Oleh Yuhana Rahayu)
Mega kelam menembus malam
Laksana tetes raksa yang terus menerjang
Panas namun terasa dingin
Hingga kulit tak mampu untuk bernyanyi
Tetes setiap tangisan sang mega berhambur
Mengubur segala memori yang terkubur
Bagai guruh yang mengadu dengan kilatan sambar
Mengikat segala yang terdengar
Tetes- tetes cinta membasahi kalbu
Meriap dalam dekap asa yang tersirat
Mengoyak rasa luka yang terpampang nyata
Menumpah segala tangis haru bahagia
Tetes – tetes cinta mencampur adukkan resah dalam dada
Cintaku kelam namun manis
Tapi aku tak mampu mengatakannya cinta
Karena hanya aku yang mencinta
*****
Musim Hujan Berselimut Duka
*****
(Oleh : Fakhri Fikri)
Rangkaian kata ku susun menjadi aksara
Bercerita tentang musim hujan berselimut duka
Dimana senja tak lagi jingga
Dimana mentari enggan menampakkan muka
*****
Kala itu, langit menangis berlinang air mata
Guntur beretorika tanpa bisa mengucapkan sepatah kata
Indonesia berduka
Bapak pluralisme bangsa telah tiada
*****
Siklus Hujan
*****
(Oleh : D I H)
Apakah kamu tahu siklus hujan panjang?
Yang memulai penguapan dari laut hingga turun hujan di daratan
Apakah kamu tahu siklus hubungan yang panjang?
Yang memulai pengharapan dari awal hingga berhujung pada penantian
*****
Kamu pernah berkata,
Jika hujan membutuhkan tahapan siklus transpirasi
Yaitu penguapan
Yang berasal dari tumbuhan
*****
Tetapi kamu lupa berkata,
Jika aku juga membutuhkan sebuah siklus serupa transpirasi
Agar menguapkan kerinduan yang berasaan dari mana?
Baiknya jangan kamu tanyakan
*****
Lirihan Nirwana
*****
(Oleh : Armielda Rayya )
Cepat- cepatlah menari
Langit telah melempar berkah
Menujumu yang menanti dengan tangan terbentang
Dinginkan hati lewat lirih suara cakrawala
Yang pecah membanjiri tapakan air mata
*****
Berhentilah berduka
Dia telah memanggilmu
Lewat bisikan malu – malu
Yang mengubur nestapa
*****
Kelinci Bersayap Putih
*****
(oleh : Muhammad Rajib Raka Tirta)
Wusshh..
Cepat nian kau terbang
Rambut – rambutmu putih, hai kelinci
Maukah kau kemari? Ke rumah renta kami?
*****
Tak perlu di tanyakah ?
Mungkin kau anggukkan kepalamu, oh kelinci lucu
Kau mau? Bermain sebentar di rumah ini?
Oh, mengapa kau menggelengkan matamu?
Aku menunduk. Aku di tolak
*****
Wusshh..
Kau melesat dengan sayapmu
Ah, kelinci manis
Kau hanya imaji
Tapi mengapa kau nyata?
Hebat ya aku bermimpi saat terjaga
*****
Pernahkah kau bermimpi?
Menyentuh bintang dan mencumbu bulan?
Tak perlu aku bertanya
Kau dengan mudahnya pergi ke bulan
Tapi aku?
Huh, untuk melihatmu saja aku tak mampu
Ayo kemari
*****
Biarkan aku bersamamu
Kelinci bersayap putih
Yang turun dari tanah
Yang muncul dari bawah langit
*****
Hujan dan Senja
*****
(Oleh : Rosdiana N H )
Seperti mendung tapi tak hujan
Seperti gerimis yang hanya sekilas
Ada apa gerangan?
Memberi tanda tapi tak selaras
*****
Egokah jika aku kecewa?
Dengannya yang bukan siapa- siapa
Bagai bulan dan matahari
Tak pernah menyatu meski berarti
*****
Kehadiranmu menyejukkan hati
Dengan senyummu yang begitu berarti
Menggetarkan jiwa yang tak ku mengerti
Karena kamu lah yang ku nanti
*****
Meski dengan sekilas perjumpaan
Bersyukur karena ada kebersamaan
Meninggalkan kesan yang indah
Walau hanya sebuah impian
*****
Memori Tetesan Hujan
*****
(Oleh: Setia Erliza)
Sehelai daun hijau panjang
Menutupi mahkota dari derasnya hujan
Menuju tempat lautan ilmu
Beberapa tahun yang silam
Saat aku duduk di bangku Sekolah dasar
Memori daun pisang menjadi bait kisah haru
Menempak kisah di musim penghujan
Basah?
*****
Ayah, derasnya hujan hujan menerpa tubuhku
Sambil menggigil kau genggam tanganku
Jelas terlihat dari tangan keriputmu
Menuntunku di bawah derasnya hujan
*****
Daun pisang mengukir kisah haru
Ciptakan kenangan indah tak terhingga
Antara aku, ayah dan hujan
*****
Jangan Tanya
*****
(Oleh : Muhammad Rajib Raka Tirta)
Jangan tanya
Dan jangan pernah
Basi kalau bilang cinta
Cupu
Kalau bilang sayang
*****
Tapi diam
Di kata sombong
Jangan tanya
Tidak usah
Tak perlu mengambarkan
Seluas semesta
Tak perlu mengandaikan
*****
Seharum bunga kesturi
Tak perlu berkata
Seindah langit cerah
Jangan tanya
Dan tidak perlu bertanya
Kau tidak pernah percaya
*****
Percuma jika aku jawab
Kau tak perlu bertanya
Aku sebenarnya…
Cukup
Kau seharusnya sudah tau
Ya benar
Hanya pengagum punggungmu
*****
Kisah Hujan
*****
(Oleh : Rieneke Cahyani)
Aku menanti dirimu
Seperti air menghujam sendu
Terus jatuh mengalir kelu
Hujan berteriak pilu
Tak kau dengar dalam surau
Jiwa ku termenung kelabu
Menunggu cinta semanis madu
Hingga usai balutan waktu
Hujan seminggu berlalu
Tersisa petrichor syahdu
*****
Seperti Hujan
*****
(Oleh : Michra Fahmi)
Mereka bilang aku aneh …
Karena aku selalu menunggu air turun dari langit
Mereka juga bilang aku gila
Karena senang bercerita pada hujan
Mereka selalu menjauh ketika rintik menyapa
Sementara aku selalu menyambutnya dengan riang
*****
Kau benar tentang hujan, ada aroma tanah yang terjamah
Dan selalu menggugah rasa rindu antara kita
Aku harap kau tau pernah lupa pada hujan yang mempertemukan kita
Saat bersama tersenyum memandang langit hitam dan derasnya hujan
*****
Kau ajarkan aku menjadi seperti hujan di malam hari
Atas harapan dan rinduku pada seseorang
Yaaaah…
Hujan yang tak pernah lelah turun meski malam
Dan tak pula mengharapkan datangnya pelangi
*****
Kata Bapak Tentang Hujan
*****
(Oleh : Sinta Nuriyah Dewi)
Temaramnya mentari menemani sepinya pagi
Mendung yang menggulung tak luput berpartisipasi
Rintik yang menitik dari langit mengeluarkan aroma sedu sedan
Basah yang merambah menambah hujan kepiluan
*****
Menengadah pada titik demi titik yang terasa menggelitik
Nuraniku berharap tiap jatuhannya kan hapus tiap pelik
Segar yang tergambar pada definisi indraku
Menghantarkan kenyamanan tentraman jasad ruhaniahku
*****
Sebuah nasehat pernah banyak bisikkan
“Hujan yang langit karuniakan,
Kerap suratkan kesukacitaan,
Tak jarang siratkan peringatan”
*****
Pelangi
*****
(Oleh : D I H)
Kapankah kamu terakhir melihat pelangi?
Apakah kamu pernah menunggu pelangi setelah hujan?
Kapankah kita bertemu kembali?
Apakah kamu pernah menunggu kembali setelah penantian?
Pelangi itu indah tetapi tak lama
Dia juga akan menghilang
Aku tak pernah menjadikanmu seperti pelangi
Tetapi mengapa kamu juga menghilang ?
*****
Hujan Di Ternate
*****
(Oleh : Abi N. Bayan )
Kau tumpah lagi di gelasku
Dan aku mesti menyeduh
Sisa – sisa teh dari cangkirmu
*****
Malam ini, aku kembali
Memelukmu dalam diam
Sebelum asap rokok mati dari tanganku
*****
Ada gigil tiba – tiba renyah di ruangan ini
Melesat keluar jendela
Dan kau sibuk merapikan sesak
*****
Dinginmu oh Hujan
*****
(Oleh : Laili Gadis Hasanah)
Malam itu aku masih menunggu
Lautan harapan ku gantungkan penuh bisu
Rintik hujan seolah tahu kisah kita haru membiru
Ah , biarlah penantian ini seakan membatu
Mentari kadang harus mengalah demi hujan
Membiarkan mereka menyatu dengan alam ketenangan
Biarlah hanya aku yang tak bertuan
Berdiri ragu seakan angin mampu menghempasku
Bertanya dan dapatkan jawaban dalam angan semu
Berharap rintik hujan segera menyampaikan pesanku
*****
Aku lelah, lesu, tak mampu lagi bertahan
Hanya mampu berharap tuhan cepat menegurmu
Wahai pemilik dinginnya hati
Ketuklah pintu reot yang telah lama ku tuju
Aku lelah terus menunggu
Dinginmu seakan tak pernah pergi kala mentari membakar kisahku
Dinginmu tetap sama
*****
Ku Sambut Hujan
*****
(Oleh : Ely Widayati)
Detik waktu berlalu meninggalkan kawan
Kemarau yang mendera mulai bosan
Tanaman rimpang menyembunyikan dahan
Rumput kering menahan lapar
*****
Bilakah hujan datang menghampiri
Walau turunnya rinai kecil
Mereka senang akan harum hujanmu
Membawa kesejukan riang dalam kalbu
*****
Rintik tawamu menyuburkan tanah
Meski di sini ada air dalam kulah
Namun aliran hujan lebih berkah
Air alam ciptaan Allah
*****
Ku sambut musim hujan ini
Dengan senyuman tulus dari dasar hati
Agar alam tidak ternodai
Agar hujan tidak di caci
*****
Titisan Hujan Bersama Nyanyian Syahdu
*****
(Oleh : Jannatul Ula)
Kilau mentari menyinari bumi dengan tandus alam yang menerjang
Seketika awan merubah wujud menjadi mangsa kegelapan
Mengharap curahan air yang menabur
Rintihan suci menghidupkan dunia indah nan syahdu
*****
Memanggil cinta bagai akar menjalar untuk tetap bersemi
Menghias bunga mekar di iringi musik gemercikanmu dari kelayuan
Menghias alam dengan biasan mentari
Sebagai tangga cinta sang bidadari
Butiran embun menempel di ujung dedaunan
Membentuk indah bagai mutiara bening
*****
Rintihan hujan butir suaramu menyejukkan imajiku
Dalam keheningan anganku terbang entah kemana bersama angin
Disertai melodi indah suaramu berpantul dengan hembusan angin
Membuat tubuh ini membeku
Dengan hawa yang kau curahkan
*****
Walau Habis Terang
*****
(Oleh : Nur Rohimah)
Sekawanan awan hitam telah puas
Menumpahkan segala noda yang mengungkung
Kini dengan pakaiannya yang putih bersih
Kembali ke peraduannya
*****
Rama- rama mengepak sayap
Kumbang menyeruput setetes air
Yang menggelayut di kelopak bunga
Dedaunan mengibas- ngibas tubuhnya yang kuyup
*****
Aroma tanah renyai – renyai menyeruak
Pelangi datang berpendar
Dalam bias warnanya
Ia melambaikan senyum
*****
Wasiat Gelandangan
*****
(Oleh : Puspita Idola Pirsouw)
Jika langit runtuh lebih dulu hujan ku sentuh
Sembunyi jauh di saku lusuh
Kala lolongan lapar dan nyawa bertengkar
Bayi hujan menggelepar dalam mulut ternganga lebar
Berulang kali aku mati suri untung hujan ganti nasi
*****
Lihat siapa peduli aku
Jalanan mencumbu bulan jauh dari kata warisan
Bayangpun sekadar pinjaman kembali pada Tuhan
*****
Hei lihat siapa peduli aku
Gadis liar compang tegar berhati lapang
Belajar kejamnya hidup sayang tiada meredup
*****
Jikalau langit runtuh
Tiada lagi yang ku sentuh
Selain hujan senandung peluh
Ganti asi ibu dan bait keluh
*****
Hujan Kelabu
*****
(Oleh : D I H )
Ingatkah aku pernah berbicara tentang kelabu?
Bahwa putih tetap terang, hitam tetap gelap
Namun abu tak selamanya kelabu
*****
Dan
Ingatkah sekarang aku berbicara tentang rindu?
Bahwa angin tetap berhembus,
Hujan tetap bergenang
Namun rindu tak selamanya berlalu
*****
Tahukah?
Kelabu berasal dari hitam yang sedikit
Dan putih yang lebih banyak
*****
Tahukah?
Rindu berasal dari pertemuan yang sedikit
Dan kenangan yang lebih lebih banyak
*****
Tentang kelabu,
Kamu sangat berarti
Sebab selalu menjadi pertanda jika hujan akan datang
*****
Tentang rindu,
Kamu sangat berarti
Sebab selalu menjadi pertanda
Jika kamu telah menghilang
*****
Hujan : Hanya Setitik Air
*****
(Oleh : Rosdiana N H)
Aku hanyalah setitik air
Yang akan mengap di kala terik
Membuat langit mendung berawan
Hingga mengundang hujan untuk turun ke bumi
*****
Seperti itulah siklusnya
Hanya dapat memandangimu dari kejauhan
Menyimpan sejuta rasa yang terpendam
Hingga akhirnya hanya menjadi sebuah angan
*****
Tak bisakah aku menjadi hujan?
Yang di setiap rinainya membawa kesejukan
Tak bisakah aku menjadi pelangi?
Yang membuat hidupmu menjadi lebih berarti
*****
Kisahku dan Hujan
*****
(Oleh : Ghivan Christine )
Dalam ayunan langkah, yang semakin lambat
Dalam helaan napas, yang semakin dalam
Dalam desir angan, yang kian menjauh
Dalam desah hati, yang kian membiru
*****
Entah harap, entah khayal yang di genggam
Entah duka, entah suka yang di kecap
Hanya tetes hujan yang paham
Hanya tetes hujan yang menjawab
*****
Dalam biru yang kian menyatu
Di derasnya tetes hujan
Tak ada kata yang terucap
Tapi selaksa makna terjawab
*****
Kisahku, sama dengan hujan
Datang dan pergi tanpa pamit
Menghembuskan asa dan juga nestapa
Hingga hanya dingin yang tersisa
*****
Rintik Hujan
*****
(Oleh : D I H)
Pernahkah kamu memperhatikan tetesan rintik hujan?
Yang jatuhnya tak terhitung jumlahnya?
Pernahkah kamu memperhatikan tetesan rintik hujan?
Yang jatuhnya membawa rindu pada akhirnya?
*****
Perihal rintik,
Sebuah kata yang mampu menampung genangan
Perihal rindu,
Sebuah kata yang mampu menampung kenangan
*****
Rintik,
Ku perhatikan terkadang kamu mereda
Namun terkadang menjadi hujan yang lebat
Lebat yang membuat pakaianku basah
*****
Rindu,
Ku perhatikan terkadang kamu mereda
Namun terkadang menjadi rasa yang hebat
Hebat yang membuat perasaanku resah
*****
Rinai Memberai Air Hujan
*****
(Oleh : Pety Rahmalina)
Rinai datang padaku saat diri tengah menepi
Renyai senyawa hidrar memecah sunyi
Segala impresi tentangnya menguar memenuhi imaji
Kembali pada ilusi tuk berpuisi
*****
Rangkaian asa yang ku cipta terberai
Dia pergi ketika rinai datang memenuhi semesta tak berisi
Serenada pilu mencipta elegi
Nyeri yang kau berikan,
Ku resapi dalam – dalam saat hujan
Sembilu menjalar setiap kali rinai berjatuhan
Sembunyikan air mata redam jerit kekecewaan
Dalam cinta yang tiada berupa
Rinai memberai
*****
Rinai memberai rasa
Dalam rindu yang membuat tiada
Rinai membelai rasa
Jadi tiada yang membuat rindu
*****
Hujan Bersamamu
*****
(Oleh : Handiyani)
Aroma itu, waktu itu dalam senja terbenam
Hujan memihak dirimu bersemayam
Rintiknya menjelaskan wajah bergumam
Tanah basah menutupi jejak yang dalam
*****
Jelas benar rintik hujan bersamamu
Menjadi pemisah saat temu
Bertukar air mata semu
Hujan menyelimutimu
*****
Kehadiran Hujan
*****
Kehadiranmu begitu menyejukkan hati
Dengan senyum mu yang begitu berarti
Menggetarkan jiwa yang tak ku mengerti
Karena kamu lah yang ku nanti
*****
Meski dengan sekilas perjumpaan
Bersyukur karena ada kebersamaan
Meninggalkan kesan yang indah
Walau hanya sebuah impian
*****
Seperti malam yang kelam
Dalam suasana yang mencengkam
Hanya bisa berharap dalam diam
Untuk perasaan yang terpendam
*****
Seperti mendung tapi tak hujan
Seperti gerimis yang hanya sekilas
Ada apa dengan gerangan?
Memberi tanda tapi tak selaras
*****
Egokah jika aku kecewa?
Dengannya yang bukan siapa siapa
Bagai bulan dan matahari
Tak pernah menyatu meski berarti
*****
Kisahku Tak Merindu Hujan
*****
(Oleh : Bukamaruddin)
Aku adalah tanah kota
Kemarau abadi yang di hampiri aspal dan beton
Aku tak bisa lagi menjadi laki – laki peneduh
Seperti pohon di pinggir jalan yang sekarang enggan berdaun
*****
Aku tak bisa lagi menjadi laki – laki lumpur
Seperti kesederhanaan tanah dan kenangannya
Di sini kisah kasih membantu
Tunggu tak lagi patuh
Rindu tak lagi butuh
*****
Jika engkau memang tiba
Maka ku minta gerimismu
Karena hanya itu yang membuatku tak meluap
*****
Jika engkau tetap datang
Maka ku cinta pelangimu
Karena hanya itu yang tak membuatku mengeluh
*****
Rintik Rindu Novena
*****
(Oleh : Dikha Nawa)
Lembar keenam, ku mulai lagi untuk mengingatmu
Tentang rinduku yang belum tersampaikan
Kala percik- percik gerimis menyapaku
Di antara aroma remahan tanah yang basah
Betapa sulitnya itu
Begitu berat menahan lajunya
*****
Entah, di rintik ke berapa
Ku kan mengeja bayangmu
Membahasakan senyum mu saat itu
Di sini pun masih terasa sama
Hampa serupa kesendirian ini
Hingga tak sanggup lagi, hatiku menahan keingkaran ini
*****
Andai saja ku mampu
Menghalau lajunya waktu
Andai saja saat itu
Tak bersumpah untuk membencimu
*****
Kenyataan di Balik Hujan
*****
(Oleh : Tista Apryandani)
Pergilah …!
Ujarku membara laksana petir membelah sunyi
Kian dusta terlanjut aku hempas melukai hati
Ku tak pikir sejauh apa langkah kaki pergi
Melambai pergi raga tenggelam tak peduli
*****
Surat terbuang…
Secarik kertas teruntai menari di atas pena
Hujan bersaksi dikau menusuk jantung mata
Sedih di kala duka hamba menyapa relung raga
Berpaling kau pergi silahkan saja
Hatiku rela
*****
Bersabar…
Insan hati terkelupas Sang sarang perih terluka
Tinggalkan dikau bagai telur pecah tak berguna
Mencintaimu laksana jasad di balik keranda
Relung menangis kian terpecah sakit merana
*****
Tak peduli …
Berlarilah sebahagia kau kejar kapas berkabur
Enggan ku lari melangkah menggapai gerimis cinta
Sesak hati menggema kaku tenggelam dalam kubur
Bibir tak sudi berampun dikau kejam seribu dusta
*****
Sajak Pertemuan Hujan Senja
*****
(Oleh : Windarsih)
Guguran air menyelubungi rona pipi senja
Mengembang senyum sepasang insan bertudung payung jingga
Bumi sudah di jamah resapan manis hujan senja
Usapan tangan di kala pintu – pintu langit terbuka
Magis hujan meniduri relung – relung kerinduan
Pertemuan perpisahan silih berganti tanpa salam
*****
Bagai sebujur kilat membelah angkasa tak pedulikan masa
Setara air hujan kala rasa menjatuhkan lara
Menatap mata hitam pemegang gagang payung jingga
Ku larang melangkah sebelum tangis hujan reda
Mencari kening di antara helai rampai legammu
Mendaratkan rindu semasa kemarau bertahta padaku
*****
Sajak pertemuan di bawah kembang payung hujan
Teduhkan jiwa dua insan pemuja ritme tetesan
Memori penghujung Desember pelukan batas senja
Engkau dan aku meniduri rasa manis air dirgantara
*****
Baca Juga Cerita Lucu
Sungguh puisi – puisi karya para seniman di atas dapat mewakili suasana di kala hujan. Terima kasih untuk pembaca yang telah membaca puisi tentang hujan ini. Semoga dapat bermanfaat.